HIPMI Dorong Pemkot Bandung Siapkan Solusi Konkret Pertumbuhan UMKM di 2026
DARA — Ketua Badan Pengurus Cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPC HIPMI) Kota Bandung, Ibrahim Imaduddin Islam menilai tahun 2025 menjadi fase “bertahan dan menunggu” bagi banyak pelaku usaha. Ketidakpastian ekonomi global dinilai masih memberi efek langsung terhadap perekonomian nasional, termasuk iklim usaha di daerah.
Menurut Ibam, sapaan akrabnya, sepanjang 2025 banyak pengusaha belum berani melakukan ekspansi besar dan memilih bersikap wait and see. “Masih ada ketidakpastian ekonomi global yang berefek langsung ke Indonesia. Tahun ini orang masih mengamati arah ekonomi dan kebijakan kita mau ke mana. Kalau dibilang tahun berat, bisa iya. Tapi buat saya, kuncinya bertahan dan wait and see,” ujar Ibam, Rabu (31/12/2025).
Di tingkat lokal, Ibrahim melihat Pemerintah Kota Bandung sejatinya telah memiliki beragam program pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mulai dari pelatihan hingga seminar. Namun, ia menilai tantangan ke depan adalah bagaimana program tersebut mampu menciptakan perputaran uang dalam skala besar dan berkelanjutan.
Ia berharap pada 2026 Pemkot Bandung mulai fokus memberikan solusi konkret serta membangun inkubasi UMKM yang terintegrasi langsung dengan aktivitas pemerintahan. “Ada beberapa daerah yang sudah melibatkan UMKM untuk mendapat order langsung dari kegiatan pemerintah. Ini penting karena bisa menciptakan cash flow yang jelas dan menghidupkan UMKM secara nyata,” kata Ibam.
Persoalan klasik UMKM, lanjut dia, juga masih berkutat pada keterbatasan akses tempat usaha. Banyak pelaku usaha yang memiliki produk dan pasar, tetapi terhambat karena tidak mampu menyewa ruko atau ruang usaha. Untuk itu, ia mendorong Pemkot Bandung lebih kreatif, misalnya dengan memberikan insentif pajak bagi pemilik ruko atau bangunan kosong yang disewakan kepada UMKM, serta mengaktivasi aset-aset kosong milik kota untuk dijadikan ruang usaha atau pasar rakyat.
“Kalau aset kota bisa dihidupkan dan dipakai UMKM, dampaknya bukan hanya ekonomi, tapi juga sosial. Pasar rakyat yang hidup bisa menghidupi masyarakat di sekitarnya,” ujarnya.
Ibam juga mengingatkan bahwa UMKM tidak bisa diperlakukan secara seragam. Menurut dia, kebijakan harus disesuaikan dengan skala dan tahap pertumbuhan usaha. “Ada UMKM yang baru mulai, ada yang tumbuh, ada juga yang sudah scale-up. Kebijakannya tidak bisa satu resep untuk semua,” katanya.
Sebagai kota jasa dan tujuan wisata, Bandung dinilai memiliki potensi besar untuk menggerakkan ekonomi melalui sektor event. Ibrahim mengapresiasi langkah Pemkot Bandung yang telah merilis Calendar of Event (CoE), namun menekankan pentingnya memastikan setiap event benar-benar terkoneksi dengan dunia usaha.
“Event jangan hanya ramai secara visual, tapi harus langsung melahirkan perputaran uang. UMKM dan pengusaha harus dilibatkan sejak awal,” ujarnya.
Ia menilai CoE hanya akan efektif jika ada sinergi kuat antara pemerintah dan pelaku usaha dalam mengorkestrasi informasi agar mudah diakses masyarakat luas. Selain itu, ia mendorong adanya insentif konkret, seperti diskon khusus bagi UMKM sekitar di setiap event besar.
“Yang penting orang datang ke Bandung dan ingin balik lagi. Ini soal pengalaman kota. Bukan hanya launching logo, tapi bagaimana Bandung punya signature city experience yang bikin orang kangen,” tuturnya.
Ia menyebut sejumlah potensi event yang bisa menjadi ciri khas Bandung, mulai dari event budaya dan kreatif, hingga olahraga yang saat ini dinilai memiliki potensi paling besar menarik wisatawan.
Di sisi lain, Ibrahim menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari akses permodalan. Ia mendorong Pemkot Bandung berperan sebagai mediator yang mempertemukan pengusaha dengan sumber-sumber pembiayaan, sehingga skala usaha bisa membesar, membuka lapangan kerja, dan memberi dampak ekonomi yang lebih luas.
“HIPMI siap berkolaborasi dengan Pemkot Bandung untuk mewujudkan itu,” tegasnya.
Di tengah situasi ekonomi yang masih penuh tantangan, Ibrahim juga mengingatkan para pengusaha agar lebih jeli membaca peluang dan adaptif terhadap perubahan.
“Dunia berubah cepat. Pengusaha harus adaptif,” katanya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa Bandung memiliki energi besar, terutama dari pengusaha muda. Tantangannya kini ada pada bagaimana pemerintah mampu mewadahi dan menstimulus semangat tersebut agar terlibat langsung dalam pembangunan ekonomi kota.
“Kalau orkestrasinya tepat, pengusaha muda bisa jadi motor penting ekonomi Bandung,” jelas Ibam.
