Logo
Catatan

KTT ARAB-ISLAM Deklarasi Doha, dan Perubahan Konstelasi!

Oleh: Sabri Piliang, Pengamat Timur Tengah

KTT ARAB-ISLAM Deklarasi Doha, dan Perubahan Konstelasi!
Sabri Piliang, Pengamat Timur Tengah

 "PERPISAHAN" Donald Trump (AS) dan negara Teluk (GCC), tak akan tergesa-gesa! Mungkin! Diam-diam, halus, senyap.Tak terasa!
  Menyerang teritori Qatar, tanpa "permisi", memunculkan persepsi. Terlebih Israel dan Qatar,  berpola "patron-client" dengan AS! Dalam bahas Italia, 'Capo&Capo Pupi de Capi".
   Israel mestinya tak membuat "gaduh", karena Qatar-AS berkoneksi. Qatar mendapat perlindungan dari AS! Sama seperti Israel yang berkoneksi,  dilindungi AS pula.
   "Outside the Box"-nya Israel. Yang semestinya dibingkai dalam 'frame' sama dengan Qatar. Telah memunculkan keraguan kolektifitas Teluk. Ada pembiaran AS?
    Persekutuan Negara Teluk, atau Gulf Cooperation Council (GCC). Tidak akan tergesa-gesa "melepaskan diri" dari AS. Walau, muncul persepsi. AS tak bisa lagi "dipegang", menjadi "kotak" kolektif GCC sekarang.
    Apa yang dilakukan Israel  terhadap Doha, telah menjungkirbalikkan persepsi "patron-client" AS-Qatar. Masih bermanfaatkah AS bagi Qatar (GCC) kini? Qatar merasa dikhianati!
    Qatar yang telah menyediakan  pangkalan militer AS (Al Udeid) dengan investasi USD 8 milyar selama tiga dekade. Memudahkan AS beroperasi (membom) Afghanistan, Yaman, Iran, Suriah, Irak,  Lebanon, dan Laut Merah.
   Serangan Israel ke ibukota Doha (Qatar), Selasa (9/8) perlahan! Mengubah konfigurasi persepsi negara-negara Teluk (GCC): Qatar, Bahrain, UAE, Kuwait, Oman, juga Arab Saudi. Terhadap Amerika Serikat (AS).
   Tidak secara eksplisit GCC akan "menampakkan wajah" ambigunya. Namun, situasinya tidak akan sama lagi,  dengan sebelum peristiwa terjadi. Serangan Israel, telah melukai  kepercayaan GCC terhadap AS.
    Serangan Israel atas nama "membasmi" musuh (Hamas), bagi Qatar merupakan pola pikir 'lateral'. Sudut pandangnya tidak konvensional. Mengapa? Karena dilakukan di negara, di mana terdapat pangkalan militer terbesar sang "patron" (pelindung) keduanya.
    Selama ini, negara-negara Teluk (Termasuk Arab Saudi), sangat yakin. Keamanan dan stabilitas mereka bergantung pada AS. Keberadaan CENTCOM (komando tempur terpadu) AS di Sayliyah (2002, Qatar), lalu pindah ke Al Udeid (2009, Qatar), membuat stabilitas GCC jadi terjaga.
     Apa boleh buat! "Psikopatisme", pemimpin Israel, yang sangat dipengaruhi dua sekutu koalisi PM Benyamin Netanyahu: Ittamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich. Membuat negara GCC ter-"abrasi" keyakinannya. AS bukan "dewa keamanan" lagi!
    Qatar sesungguhnya, telah bersikap "cover both side" (sisi seimbang) terhadap Israel-Hamas. Di pagi serangan (The Times Of Israel, 13 Agustus 2025), PM Qatar, Mohammed bin Abdulrahman al-Thani.
    Bertemu dengan keluarga-keluarga warga Israel yang ditahan (Hamas) di Gaza. "Kami sangat mengandalkan upaya Qatar, dan tak punya harapan lain,"kata keluarga Israel kepada PM al-Thani.
    Sehari sebelumnya, PM al-Thani, telah bertemu pula dengan delegasi Hamas, sambil mendesak. Agar mereka menerima proposal gencatan senjata AS yang telah disetujui Israel.
    Sayangnya, upaya "hampir" berhasil membebaskan sandera Israel yang ditahan Hamas, pupus. Serangan rudal Israel di pertemuan Hamas, saat membahas upaya Qatar. Lancung!
    Membom Doha! Israel telah menabrak cermin, yang telah diciptakannya sendiri. Delegasi perundingan Israel yang bolak-balik Tel Aviv-Doha, atau Yerusalem-Doha atas prakarsa Qatar-Mesir-AS, 'linear' sebagai bentuk kepercayaannya pada negara kaya 'oil and gas' ini, sebagai penengah.
   "Haaretz", media "mainstream" Israel lain (Sabtu, 13 September 2025) menyebutkan dalam satu "headlines"nya. Qatar telah mendesak UAE (negara GCC lain) agar menutup Kedutaan Besar-nya di Tel Aviv (Israel).
     Solidaritas GCC nampaknya akan semakin menguat, dalam KTT Arab-Islam, Minggu (14 September-Senin 15 September 2025) di Qatar,  hari ini.
     Media berpengaruh ini mengingatkan. Dari perspektif Qatar, serangan Israel yang menargetkan Hamas di wilayah mereka. Sebagai bentuk kegagalan AS sebagai pemilik pangkalan besar di negara tersebut.
    Bisa jadi, UAE dan Bahrain (GCC). Yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, lewat prakarsa Presiden Trump (Abraham Agree, 2020), akan mengambil sikap tegas. Memutuskan hubungan, atau menarik Dubesnya.
     Israel sukar berkelit, menyangkut, mengapa pimpinan politik Hamas ada di Qatar? Setelah "Arab Spring", Presiden AS Barack Obama. Meminta Qatar menampung Hamas (2011), yang bertujuan memudahkan perundingan antara Israel-Hamas.
      Hari-hari esok, hari-hari sulit bagi Israel! Boleh jadi, Presiden AS, yang Jumat kemarin mengundang PM al-Thani ke New York. Lalu, Menlu AS Marco Rubio ke Tel Aviv. Sebagai langkah mencegah kemarahan dunia Arab. 
    Ehud Olmert, pun (mantan PM Israel 2006-2009), mengingatkan! "Membunuh tim negosiasi. Berarti Anda tak ingin bernegosiasi! Menyerang Doha, Anda salah dalam ruang dan waktu," (Yedioth Ahronoth, Minggu 14 September 2025). 
    KTT Arab-Islam, hari ini dan besok akan mempersatukan Liga Arab. .  "Pecah belah", lewat perjanjian "parsial", ala "Camp David, dan "Kesepakatan Abraham", sepertinya tidak akan ada lagi. 
    Kecuali, AS mau "memaksa" Israel masuk "kerangkeng" perdamaian dengan Palestina. Wujudnya, kembali ke perbatasan sebelum tahun 1967!
      Israel pasti patuh, dan mudah bagi AS melakukannya! Bila tidak! Deklarasi Doha hari ini dan besok, menjadi hari yang berbeda bagi Trump-Israel.