Merayu Politisi Sontoloyo dan Tampang Boyolali

Rabu, 7 November 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Publik terutama yang berada di lingkaran tim sukses kandidat presiden yang akan ditentukan nasibnya pada Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden April 2019 nanti mengharu biru ketika ada pernyataan yang dianggap bisa melemahkan elektabilitas lawan. Pernyataan Calon Presiden (Capres) Joko Widodo “politisi sontoloyo” ditangkap kubu lawan sebagai pernyataan yqang melecehkan para politisi. Lantas itupun hadir dengan berbagai bumbu di ruang publik. Tak pelak berbagai komentarpun berhamburan.

Hal serupa terjadi pada pernyataan Capres Prabowo Subianto ketika bertatap muka dengan warga Boyolali. “Tampang Boyolali” pun menjadi sasaran empuk untuk digoreng oleh Timses lawanya. Bahkan Bupati Boyolali Seno Samodro dan warga Boyolali berunjuk rasa untuk memprotes pernyataan “Tampang Boyolali” yang dianggap merendahkan warga Boyolali itu.

Umpatan itu kemudian berujung pada pangaduan ke Bawaslu dan Bareskrim Polri. Umpatan itu dianggap sebagai penghinaan terhadap Capres Prabowo. Di sudut lain Capres Prabowo menyatakan rasa hatinya, yang jika pernyataanya itu menyinggung perasaan warga Boyolali. Capres Prabowo meminta maaf kepada warga Boyolali. Tetapi tampaknya permintaan maaf itu, tidak menyelesaikan masalah. Warga yang merasa tersinggung paling tidak, tidak akan menjatuihkan pilihannya pada Capres Prabowo di hari H Pilpres nanti.

Namanya tahun politik, berbagai pernyataan dari para petandang akan mendapat sorotan atau perhatian publik, Bahkan Timses masing – masing saling mengintip untuk mencari dan menunggu datangnya pernyataan untuk bisa “digoreng” agar lawan bisa jatuh oleh pernyataanya sendiri.

Itu makanya kegaduhan opini, isu atau bahkan informasi hoak di tahun politik berseliweran. Informasi tersebut manakala dicermati tak satupun yang memberikan kecerahan untuk publik pemilih. Tak lebih pernyataan-pernyataan yang hadir ke ruang informasi publik hanya pernyataan dengan muatan untuk saling menjatuhkan lawan. Lontaran pernyataan itu bisa jadi hanya sebagai alat untuk merebut margin elektoral. Ini suka atupun tidak harus diakui, sebab reflek dari Timses masing-masing kubu akan sangat reaktif manakala ada pernyataan ataupun gestur dari para Capres yang bisa dianggap melemahkan elektoralnya. Tak harus menunggu lama, para Timses langsung menggoreng pernyataan Capres itu. Ambil contoh “politisi sontoloyo” dan “Tampang Boyolali” itu. Kedua pernyataan ini dianggap bisa menekan eletoral margin yang dimiliki kedua Capres.

Padahal jujur saja, bahwa dalam kehidupan politik penuh retorika. Jadi anggap saja, pernyataan pernyataan  yang muncul di tahun politik yang berkontek politis untuk saling menjatuhkan itu sebagai retorika. Itupun jika kontens pernyataan yang muncul di ruang publik semata untuk mempengaruhi pemilih dengan berbagai muatan yang memberikan harapa lebih baik. Namun yang terjadi saat ini, pernyataan yang muncul di ruang publik adalah bermuatan “peluru” untuk menjatuhkan lawan yang tidak memberikan harapan lebih baik bagi publik.

Sepertinya kita, di tahun politik ini harus mengingat teori pakar ilmu retorika Inggris Littlejohn, bahwa titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengungkapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Dewasa ini, retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi. Melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat, dan menegaskan. Jadi apakah “politisi sontoloyo” dan “Tampang Boyolali” merayu  publik pemilih untuk kemudian menjadi pemilih dirinya di Pilpres mendatang?

Berita Terkait

Catatan Rakernas: SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE.
Menuju Etika & Hukum Sebagai Pondasi Politik Yang Berkeadilan di Indonesia
Jelang 2024 Soal Media , Jokowi Masih Adil
Catatan Diskusi: Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum
Kebijakan Baru Golkar dalam Penunjukkan Balon Kepala Daerah
Wina Armada.: Kiprah MKMK dan Menjadikan Dewan Pers Bukan Super Bodi
Simak Nih, Catatan Djamu Kertabudi Tentang Progres Pengendalian Inflasi Yang Dilakukan Bupati Bandung
Catatan Djamu Kertabudi: Dampak UU Baru Tentang ASN, Mengubah Mindset
Berita ini 94 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 20 Februari 2024 - 09:51 WIB

Catatan Rakernas: SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE.

Sabtu, 10 Februari 2024 - 13:47 WIB

Menuju Etika & Hukum Sebagai Pondasi Politik Yang Berkeadilan di Indonesia

Senin, 25 Desember 2023 - 22:27 WIB

Jelang 2024 Soal Media , Jokowi Masih Adil

Jumat, 15 Desember 2023 - 10:46 WIB

Catatan Diskusi: Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum

Jumat, 24 November 2023 - 09:52 WIB

Kebijakan Baru Golkar dalam Penunjukkan Balon Kepala Daerah

Jumat, 10 November 2023 - 00:56 WIB

Wina Armada.: Kiprah MKMK dan Menjadikan Dewan Pers Bukan Super Bodi

Selasa, 7 November 2023 - 12:40 WIB

Simak Nih, Catatan Djamu Kertabudi Tentang Progres Pengendalian Inflasi Yang Dilakukan Bupati Bandung

Senin, 6 November 2023 - 08:25 WIB

Catatan Djamu Kertabudi: Dampak UU Baru Tentang ASN, Mengubah Mindset

Berita Terbaru