Tindak lanjut temuan dugaan peredaran beras oplosan
DARA | Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung Barat (KBB) bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Perum Bulog, dan Polres Cimahi melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Panorama Lembang, Kamis (17/7/2025).
Itu dilakukan sebagai tindak lanjut temuan dugaan peredaran beras oplosan jenis premium yang diungkap Kementerian Pertanian RI.
“Kami turun langsung ke Pasar Panorama untuk memastikan apakah merk dan produsen yang diduga melakukan praktik curang itu beredar di pasaran,” ujar Kepala Disperindag KBB Ricky Riyadi, pada wartawan.
Hasil pengecekan di empat toko beras yang ada di pasar tersebut, satu diantaranya ditemukan merk Sovia, salah satu jenis beras yang saat ini menjadi sorotan Kementerian Pertanian RI.
Produsen dari merek Sovia diketahui berasal dari perusahaan bernama Wilmart, yang memproduksi beberapa merk sekaligus.
“Kami juga akan terus lakukan pelacakan untuk memastikan apakah ada pelanggaran dari sisi isi kemasan, klasifikasi kualitas, hingga label yang menyesatkan,” ujar Ricky.
Meski demikian, pihaknya tidak mempunyai kewenangan menarik produk. Untuk melakukan tindakan, harus menunggu instruksi dan arahan dari instansi pusat yang memiliki otoritas lebih tinggi. Tim Gabungan hanya melakukan pengecekan dan pelaporan saja.
Selain beras premium oplosan Tim Gabungan menemukan fakta lainnya. Ternyata harga beras premium dan medium di beberapa toko dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan pengakuan dari pedagang, harga beras melebihi HET lantaran mereka beli dari distributor juga harganya lebih tinggi.
Menurut Ricky, masalah rantai distribusi tersebut memang harus segera dibenahi.
“Situasi masyarakat saat ini sedang sulit, harga beras mahal. Kami harap produsen lebih peduli terhadap konsumen. Jangan sampai beras menjadi faktor utama penyumbang inflasi,” tegasnya.
Kepala Bulog Cabang Bandung, Ashville Nusa Panata, membantah jika Bulog tidak melakukan praktik seperti itu.
Menurutnya, proses pengolahan beras oleh Bulog dilakukan sesuai standar dan berdasarkan preferensi konsumen, bukan manipulasi isi kemasan.
“Di Bulog tidak dikenal istilah oplosan. Pengolahan beras di tempat kami dilakukan sesuai permintaan konsumen, tapi tetap mengikuti prosedur. Isu ini yang membuat kami sekarang memperketat lagi pengawasan, baik di pasar tradisional maupun nanti ke pasar modern,” jelas Ashville.
Ia juga menekankan bahwa istilah oplosan harus dijelaskan secara rinci agar tidak menimbulkan salah tafsir di masyarakat.
“Apakah oplosan itu mencampur dengan beras kualitas lain, atau mencampur dengan bahan non beras. Kalau di Bulog, semua pengadaan, baik dari dalam negeri maupun impor, dilakukan secara resmi dan diolah sesuai ketentuan. Untuk bantuan sosial maupun SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) juga menggunakan stok resmi Bulog,” tuturnya.
Editor: denkur