Mulai tahun depan, Pemerintah Kabupaten Bandung akan menggulirkan premi asuransi pertanian sebagai jaminan kepada para petani jika terjadi gagal panen akibat bencana atau hama, dan petani akan mendapat klaim dari asuransi tersebut.
DARA – “Kegagalan per hektarnya akan diklaim sekitar Rp6.000.000, itu di tahun anggaran mendatang, mudah-mudahan di pembahasan dengan komisi B itu lancar sehingga seluruh luas area pertanian itu bisa diasuransikan,” ujar Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran melalui sambungan telepon, Selasa (12/10/2021).
Adanya asuransi pertanian, menurut Tisna merupakan upaya meminimalisir kerugian petani manakala terjadi hambatan dalam musim tanam.
Seperti musim tanam 2021/2022 itu akan dimulai pada Bulan Oktober 2021 hingga Maret 2022, pada bulan tersebut biasanya bersamaan dengan musim hujan, sehingga terjadi kerawanan terendamnya tanaman akibat banjir, selain itu, kekhawatiran lainnya adalah munculnya penyakit (hama) pada tanaman.
“Tapi kalau persoalan banjir itu saat ini sudah sedikit teratasi, upaya pemerintah melakukan perbaikan Sungai Citarum dan anak cucunya itu sudah memperlihatkan hasil, kalaupun ada banjir didaerah pusat banjir ya hanya sebentar, jadi tidak sampai merendam ataupun sampai merusak tanaman,” kata Tisna.
Selain asuransi pertanian, di tahun mendatang pemerintah juga akan memberikan jaminan pasar kepada para petani holtikultura agar tidak terjadi fluktuasi harga yang begitu tajam. Programnya dinamakan Sistem Bertani Dengan Agro Solution (Sibedas).
“Jadi, nantinya petani akan dipertemukan dengan off taker beberapa komoditas diantaranya padi, jagung, dan kedelai, itu sudah masuk dalam program Makmur-nya kementerian BUMN, nanti bulan Desember akan di launching tanam perdana atau panen perdana tiga komoditas tersebut,” jelasnya.
Sementara, untuk komoditas sayuran, Tisna menyebut tahun depan pihaknya akan merintis penjualan komoditas dari petani langsung ke konsumen, sehingga akan memotong langsung rantai penjualan yang biasanya.
“Kalau biasanya kan ada pengepul-bandar-pasar-pasar induk, sementara dengan sistem tersebut petani akan dibayar oleh bandar kalau si komoditasnya sudah laku, ada seminggu atau sepuluh hari baru dibayar. Nah kalau nanti dengan program penjualan langsung ke konsumen berarti akan cash and carry, itu nanti masuk juga kedalam program Sibedas,” katanya.
Hal lain yang menjadi kesulitan para petani adalah ketersediaan pupuk bersubsidi, itu seakan sudah menjadi masalah klasik yang belum menemukan solusinya.
Namun, kata Tisna, khusus di Kabupaten Bandung, hal tersebut akan segera teratasi karena Pemkab Bandung sudah menandatangani MoU dengan pihak Pupuk Kujang terkait suplai pupuk bersubsidi, dimana nantinya setelah ada tindak lanjut berupa perjanjian kerjasama (PKS), pihak Pupuk Kujang akan memberikan perhatian khusus untuk Kabupaten Bandung agar suplai pupuk bersubsidi terjamin.
“Mudah-mudahan dengan MoU tersebut ketersediaan pupuk bersubsidi bisa terjamin dan lancar, itu sebagai salah satu upaya bagaimana kita meminta jaminan suplainya lancar, karena tahun kemarin kan alokasinya dikurangi dan alokasinya tidak lancar,” tambahnya.
Ia berharap, jika suplai pupuk bersubsidi lancar, para petani bisa memanfaatkan pupuk bersubsidi tersebut dengan bijaksana, disamping itu mereka juga harus mau memakai pupuk organik yang ada di sekitarnya.
“Jadi pupuk kimia di starter (awal penanaman), kesananya pake pupuk kandang saja,” ujarnya.***
Editor: denkur