Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Garut, menyebutkan selama tahun 2020 angka perceraian di Kabupaten Garut mengalami peningkatan.
DARA – “Dari informasi yang kita terima dari Pengadilan Agama Garut angka perceraian memang mengalami peningkatan. Namun untuk jumlah pasangan yang bercerai belum kami terima data lengkapnya,” ujar Kabid Pengendalian Penduduk DP2KBP3A Kabupaten Garut, Rahmat Wibawa, Selasa (12/1/2021).
Menurut Rahmat, salah satu faktor terjadinya peningkatan angka perceraian kebanyakan terjadi akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT tersebut dipicu akibat pandemi Covid-19 yang berpengaruh pada sektor ekonomi keluarga.
Rahmat menyebut, beberapa kasus perceraian terjadi karena banyaknya kepala rumah tangga yang dirumahkan bahkan diberhentikan dari tempatnya bekerja. Karena dari sisi pendapatan berkurang atau sulit, ujarnya, menjadikan ekonomi keluarga jadi pailit.
“Sehingga hal itu berdampak pada harmonisasi rumah tangga. Jadi kuncinya persoalan ekonomi,” ucapnya.
Sedangkan hal lainnya, lanjut Rahmat, adalah banyaknya perempuan yang bekerja di sektor industri yang terpaksa dirumahkan oleh perusahaannya. Karena sering terjadi interaksi dengan pasangan, ditambah persoalan ekonomi, hal tersebut memicu kekerasan dalam rumah tangga sehingga gugatan cerai pun dilakukan.
“Kalau sebelum pandemi Covid-19, perceraian di Garut ini memang dipicu KDRT (kekerasan dalam rumah tangga akibat dari perkembangan teknologi, apakah karena main media sosial dan lainnya. Namun selama pandemi ini, penyebabnya juga KDRT, tapi pemicunya kebanyakan karena faktor ekonomi kebanyakan, walau dampak teknologi masih ada, tapi lebih sedikit,” katanya.
Rahmat menamabhkan, selain peningkatan angka perceraian, secara umum angka kehamilan di pasangan usia subur selama pandemi Covid-19 juga mengalami peningkatan.
“Ada peningkatan (kehamilan) sekitar 5 persen,” ujarnya.***
Editor: denkur
Discussion about this post