Harga kedelai yang kian melambung selama beberapa pekan terakhir, sangat dikeluhkan oleh para pengrajin tahu dan tempe hingga mereka sempat mogok produksi selama tiga hari kemarin.
DARA – Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan bahwa para pengrajin tahu dan tempe rata-rata menggunakan kedelai impor. Sehingga, jika suplainya kurang maka harganya pasti akan naik.
“Sekarang Rp9.000 per kilo dari harga Rp6.500. Pasti mereka kesulitan untuk produksi,” ujar Marlan saat dihubungi via telepon, Minggu (3/1/2021).
Marlan memaparkan, para petani lokal selama ini kurang tertarik menanam kedelai, pasalnya ketika menanam kedelai, dalam satu hektar itu hanya menghasilkan beberapa ton saja.
Pola tanam tersebut jauh berbeda dengan menanam padi. Jadi, petani di Kabupaten Bandung agak sulit kalau diminta untuk menanam kedelai.
“Makanya kedelai kita setiap tahun impor terus, produksi dalam negerinya sedikit. Jadi untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya pasti harus impor terus,” tutur Marlan.
Ia mengatakan, dari yang diketahuinya kalau di Jawa Tengah ada subsidi dari pemerintah, supaya petaninya mau tanam kedelai.
“Di kita juga ada harus ada kebijakan seperti itu,” sambungnya.
Tahu dan tempe adalah kebutuhan setiap hari dari masyarakat. Marlan mengungkapkan bahwa salah satu solusi untuk membantu pengrajin dalam menghadapi kenaikan harga kedelai, adalah dengan menaikan harga tahu dan tempenya. Namun harus dipikirkan juga konsumennya, apakah mau atau tidak.
“Nah ini yang kayanya jadi kesulitan juga dari pengusaha tahu dan tempe, takutnya kalau harga dinaikan jadi tidak laku. Selain itu, solusinya adalah dengan memproduksi tahu dan tempe dilokalan, tidak hanya mengandalkan impor saja,” ungkap Marlan.
Pihaknya akan terlebih dahulu melihat langkah pemerintah daerah dalam menyikapi kenaikan harga kedelai ini. Dirinya khawatir jika fenomena ini hanya bersifat sementara.
“Takutnya kan ini hanya sebatas sementara, nanti turun lagi. Kita akan melihat saja seperti apa, kalau memang harus ada kebijakan, ya kita lihat kebijakan dari pusat juga seperti apa,” pungkas Marlan.
Sementara itu, Dadang (40) pedagang tahu bulat keliling mengatakan dirinya terpaksa mengurangi ukuran tahu yang dijualnya, sebab harga kedelai sedang tidak bersahabat dengan pengrajin tahu.
“Sebenarnya malu sama pelanggan, tahu bulatnya jadi kecil-kecil, tapi ini strategi sementara supaya tetap bisa berjualan,” kata Dadang.
Dadang mengakui banyak pelanggan yang mempertanyakan ukuran tahu bulat yang berubah, dan banyak juga yang enggan membeli. Namun dirinya memberi pengertian kepada para pelanggan agar mereka bisa mengerti keadaan.
“Kalau naikin harga kan nggak mungkin, soalnya udah pada tau kalau tahu bulat itu harganya lima ratusan, nanti malah harus ganti suara yang diputar yang biasa untuk nawarin itu,” katanya.
Ia berharap kondisi ini tidak akan berlangsung lama dan pemerintah bisa memberikan solusi terbaik untuk para pengrajin dan pedagang tahu.
“Ya saya mah doanya semoga cepet normal lagi lah, biar nggak tambah susah, belum lagi corona ini kan belum beres juga, gara-gara corona saja sudah bikin semua susah kan? Semoga pemerintah bisa cepat mengatasi ini,” pungkasnya.***
Editor: denkur