Sajak Lelaki di Tepi Jalan
Menggulung kain tambal berembun bekas semalam
Sarapan nasi bau apek dari belas kasihan yang terbuang
Beruntung tak memungut sisa makan lezatmu dari tong sampah
Hidup, meski berhimpitan dengan segala kegatalan, kesehatan akal, kengerian tak bertepi
Hidup bertahan di ujung tebing, dengan hitungan detik ke detik, jam ke jam, hari ke hari, bulan ke bulan bahkan dari tahun ke tahun dengan sisa umur entah …apakah terberkati..
Hidup dan muncul dari ruangMU nan tak berbatas
Menapaki waktu meski dengan langkah gontai bahkan terseok seok
Hidup sedapatnya dari bekas dan sisa buangan orang orang
Nadi semangat masih berdenyut, meski gelombang pasang samodra menggulung, menghimpit dan menjepit nafas senggalmu
Ketika terik memanggang, bisakah teduh meski tanpa atap
Oh …sesal, tak mampu ngomong nyerocos seperti mereka yang bergaya di depan kamera televisi…..berbaju setelan, harga tak ternilai….mengubar janji..
Andaikan hidup bisa berdua muka, sepertimu yang di televisi dan aku yang terseok di trotoar, bisakah juga menyesali keadaan?
Tidak, karena aku dan mungkin kami bukan mereka
Aku dan kami satu wajah penapak jalan yang tak berujung…