DARA | JAKARTA – Direktur Utama Perum Perhutani, Denaldy Mulino Mauna, menargetkan kenaikan laba perseroan 2019 sebanyak 8-9 persen dari realisasi laba Perhutani tahun 2018.
Disebutkan Denaldy, sejak tahun 2016, perseroan mengalami transformasi bisnis dari semula rugi hingga mencatatkan keuntungan. Pada 2016, lanjut dia, Perhutani mengalam kerugian sebesar Rp 357,3 miliar. Kemudian memasuki 2017, perseroan berhasil membalikkan keadaan dengan mengantongi laba Rp 437,6 miliar.
Pada 2018, laba Perhutani tercatat naik 49 persen menjadi Rp 653,97 miliar.
“Tahun ini kita menargetkan kurang lebih 8-9 persen dibanding tahun lalu. Pada pertengahan tahun ini laba sudah sedikit di bawah 50 persen,” kata Dendy kepada wartawan di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Peningkatan laba yang berhasil dicapai sejak 2016 itu lanjut dia, salah satunya dengan menata ulang proses produksi olahan kayu sesuai dengan kebutuhan pasar. Hingga kinui bisnis utama Perum Perhutani menurut Denaldy, saat ini bersumber dari penjualan produk kayu jati serta olahan getah pinus.
Meski demikian, perseroan banyak tertolong dari bisnis olahan getah pinus karena proses penanaman pohon yang tidak memakan waktu lama. Sementara, untuk satu pohon kayu jati setidaknya dibutuhkan waktu pertumbuhan hingga 60-80 tahun.
Kecuali dua basis bisnis tersebut, Perhutani juga memiliki bisnis pengolahan minyak kayu putih, pengolahan sagu, serta ekowisata. Terbaru, Perhutani tengah mempersiapkan bisnis kayu biomassa sebagai basis energi baru terbarukan yang diprioritaskan untuk ekspor. Seluruh unit bisnis itu tersebar di sembilan perusahaan holding kehutanan dimana Perhutani menjadi induk holding.
Dendy memaparkan, seiring adanya peningkatan laba sejak 2017, total aset ikut mengalami peningkatan. Aset Perhutani sama dengan tahun lalu tercatat sebesar Rp 16,05 triliun.
Wartawan: Bima Satriyadi | editor: aldinar