OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
“DRAMA KOREA (Drakor) semalam menimpa sang ‘petahana’, Timnas U-17 Jepang. Jepang-Arab Saudi: 2-3.
Ryota Hariu menyempurnakan buruknya ‘instink’ dua penendang penalti Jepang terdahulu (Yuito Kamo dan Shota Fujii). Jepang tersungkur gagal ke semi final.
‘Drama Korea”, pun menimpa Timnas Indonesia. Kehebatan penjaga gawang Korea Utara, Jin In-Chol, menjadikan penendang penalti ke-5, Suaeb Rizal (Indonesia) “disesali” oleh 120.000 penonton GBK (1976). Kalah 4-5 dan gagal ke Olimpiade Montreal (Kanada).
“Tangisan” penonton yang berharap sangat. Tumpah-ruah. “Audiance” terbesar sepanjang sejarah GBK, tak mampu membuat asuhan duet “coach” Wiell Coerver dan Wim Hendriks membungkam anak-anak asuhan “coach” Park Doo-ik (Korea Utara).
Adu penalti adalah misteri. Ada mental psikologis, yang mendominasi, ketimbang “kemahabintangan” seorang pemain.
Mahabintang Lionel Messi sepanjang kariernya, sempat 31 kali gagal mengeksekusi penalti (berhasil 112 gol penalti). Berbeda jauh dengan gol yang dia buat sebanyak 652 gol (hingga Oktober 2024).
Begitu pula dengan “mahabintang” Portugal, Cristiano Ronaldo. Selama kariernya di sepakbola, Ronaldo gagal menendang 32 kali penalti (173 penalti berhasil). Sementara gol yang diciptakannya sebanyak 931 gol.
Potensi adu penalti di perempat final Piala Asia (Asian Cup) ‘under 17’ malam ini (pukul 21.00), bisa terjadi antara Timnas Indonesia dan Korea Utara.
Anak asuh Nova Arianto (Indonesia), Zahaby Gholy dkk. Serta anak asuh O Thae-song (Korea Utara), Kang Myong-bom dkk pasti mengingat “Drakor” 49 tahun lalu, di GBK (1976).
Berjuluk “Chollima” (melompat jauh), pelatih Timnas Korea Utara (O Thae-song) menyadari kelemahan anak asuhnya di lini pertahanan. Thae-song, pun telah melihat serangan balik “mematikan” Indonesia, yang tidak bisa diremehkan.
Produktivitas gol 7-1 (Indonesia), berbanding 6-3 (Korea Utara) di fase group adalah indikator tajamnya lini serang Garuda.
Karenanya, barisan ‘defender’ (pertahanan Korut) yang terdiri dari: Cho Chung-hyok, Choe Song-hun, Oh Won-mu, Kim Se-ung, Ri Kang-song, dan Yu Kuk-Thae tak bisa santai menghadapi lini serang Indonesia: Zahaby Gholly dan Fadly Alberto.
Solidnya trio pertahanan Indonesia yang dikomandoi Matthew Baker, beserta I Putu Panji Apriawan, dan Muhammad Al Ghazani. Serta lini tengah Evandra Florasta dan Nazriel Alfaro, menjadi “great wall” yang ketat.
Korea Utara yang pernah dua kali menjuarai Asian Cup U-17 (2010 dan 2014), dua kali “runner up (2004 dan 2006), serta dua kali juara 4 (1986 dan 1992), sejatinya telah mengasah lini serangnya untuk mengalahkan Indonesia.
Park Ju-won, Ri Kang-rim, Kim.Yu-jin, Han Chung-guk, dan Ri Kyong-bong, dengan kecepatan khas ala Korea, akan menguji kedisiplinan lini pertahanan Indonesia, juga penjaga gawang Daffa Al Gasemi.
“Drakor”, drama Korea yang menguras air mata. Bisa saja terjadi lagi lewat adu penalti malam ini di King Abdulllah Sports City Stadium. Kedua tim akan bermain rapat, disiplin, agar tidak kebobolan terlebih dahulu.
Adu penalti selalu menciptakan “harubiru” bagi yang kalah. “Coach” Nova Arianto, tentu tak ingin “meniru” kegagalan tiga penendang Jepang, semalam.
Kemenangan atas Korea Utara, akan menghadapkan Timnas U-17 Indonesia vs Uzbekistan di semifinal. Semoga “dewi fortuna” di pihak Indonesia.