Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar bukan berita mengagetkan bagi sebagian kalangan masyarakat. Apalagi penangkapan dalam OTT itu berkaitan dengan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur.
Disebut tidak mengangetkan sebab, banyak pihak mengetahui bahwa sekolah dan dinas pendidikan di daerah mananpun di Indonesia ini menjadi lahan subur praktik korupsi. Paling tidak ada dua penyebab rawanya DAK dikorupsi yaitu ; akibat besarnya alokasi anggaran di sektor pendidikan dan lemahnya pengawasan. Kedua faktor ini menjadi faktor krusial bagi terciptanya peluang tindak pidana korupsi.
Kecuali itu mengapa di sekolah rawan terjadi korupsi karena kini sekolah mengelola langsung dana alokasi khusus (DAK). DAK bidang pendidikan ditransfer dari pemerintah pusat ke rekening sekolah. Terindikasi kerawanan paling tinggi pada DAK untuk perbaikan atau pembangunan ruang kelas baru di sekolah.
Merujuk hasil penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW), pada 2006-2015 tercatat 425 kasus korupsi terjadi di sektor pendidikan dengan jumlah tersangka 618 orang. Nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi selama 10 tahun terakhir itu mencapai Rp 1,3 triliun.
ICW menemukan praktik korupsi banyak terjadi di dinas pendidikan, sekolah, perguruan tinggi, pemerintah kota/kabupaten, serta pemerintah provinsi. Para tersangka memiliki posisi atau jabatan yang beragam, seperti kepala dinas, kepala sekolah, pegawai dinas pendidikan, bendahara, serta pengusaha atau rekanan.
Dana yang paling rentan dikorupsi pada sektor pendidikan, menurut ICW, adalah DAK. Bahkan korupsi juga terjadi pada dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Harus diakui dalam perkembanganya pemerintah daerah atau dinas pendidikan di sejumlah daerah mulai menerapkan taat asas, yaitu dengan melakukan pengadaan DAK lewat mekanisme pelelangan, mulai dari pengadaan buku sampai pengadaan kelengkapan fasilitas penunjang.
Namun demikian , taat asas bisa tidak terjadi manakala ”dinamika politik” di pemerintah daerah sangat tinggi. Jika bekerja dengan benar, bisa saja pengelola sekolah malah kehilangan jabatannya.
Untuk itu Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menerbitkan petunjuk teknis penggunaan dana untuk kegiatan fisik dan nonfisik; melakukan pengawasan bersama antara Inspektorat Jenderal Kemdikbud, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan inspektorat provinsi; serta memantau dan mengevaluasi penggunaan anggaran secara daring. Namun apakah mekanisme ini berjalan sesuai harapan? Belum diperoleh data valid menyatakan jalan atau tidaknya mekanisme tersebut.
Alokasi DAK Naik
Dana Alokasi Khusus (DAK) di tahun 2019 mengalami kenaikan yang signifikan. DAK yang berkaitan dengan Fisik Bidang pendidikan mendapat perhatian khsusus. Mengutip dari laman resmi Kemendikbud, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan untuk tahun anggaran 2019 naik signifikan dibandingkan tahun 2018. Besaran nominal tersebut dari Rp8,61 triliun tahun 2018 menjadi Rp17,6 triliun di tahun 2019.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Sesjen Kemendikbud) Didik Suhardi mengatakan, 2018 DAK Fisik Bidang pendidikan sebesar Rp8,61 triliun, sedangkan tahun 2019 naik menjadi Rp17,6 triliun.
Berkaitan dengan naiknya DAK Fisik Bidang Pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan agar dana tersebut dapat digunakan dengan baik dan jangan ada penyimpangan.
“Saya akan gandeng KPK dan Ombudsman untuk betul-betul mengontrol DAK. Saya sudah pelajari pola penyimpangan DAK dan sudah masuk BIN datanya. Semoga pemanfaatan DAK bisa optimal,” tegas Muhadjir.
Meski begitu tetap saja sistim pengawasan dalam penggunaan dana tersebut harus lebih fokus dan sistimatis. Jika tidak kita mengkhawatirkan, kasus OTT dana DAK di sejumlah daerah akan terus terjadi.
Bahan : berbagai sumber
Editor: Aldinar