DARA | BANDUNG – Bertahan untuk tetap berproduksi, sudah bagus. Berbeda dengan kondisi dua tahun lalu. Dua tahun lalu, barang ditunggu pasar. Tidak ada stok di gudang. Saat ini, kondisi pasar tekstil melemah.
Lemahnya pasar tekstil domestik, lebih disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat dan banjirnya produk tekstil impor berharga murah.
Dengan kata lain, Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional tengah melemah. Karena itu para produksen TPT, lebih cenderung memproduksi barang dengan harga murah dan tidak mempertimbangkan kualitas.
Soal ini terungkap Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Industri Tekstil dan Pakaian di Provinsi Jawa Barat, Selasa (26/3/2019). Pelaku industri garmen, yang juga Direktur PT Soka Cipta Niaga Iwan Gunawan, mengatakan lemahnya pasar domesti akibat kecenderungan masyarakat mencari dan membeli barang second brand atau barang dengan harga murah kualitas nomor dua.
Karena ini, lanjut Iwan industri TPT kian terhimpit, disamping sebab lain yaitu adanya transisi dan pengetatan pajak.
Di industri tekstil itu kata dia banyak pajaknya. Mulai dari pajak benang, pajak bahan, pajak jadi kain dan lainnya. Itu terkadang tidak dipedulikan , yang penting lanjut Iwan, bagi pengusaha bagaimana membangun sebuah perusahaan yang sesuai dengan kondisi market yang ada saat ini.
Menurut Iwan, produsen pun mengakali kondisi ini dengan mendekatkan produk kepada konsumen melalui jaringan digital. Iwan menilai, teknologi membuat semua bisa dilakukan secara cepat dan efisien.
Dengan teknologi ini semua bisa dilakukan. Termasuk dulu kalau di rajut ada batas minimum order sekarang dengan printing selusin pun bisa. Artinya ini memancing pelaku usaha TPT semakin banyak karena terbagi ada yang ke online dan tradisional. Apalagi produk kami juga bukan produk pokok.
“ Jadi, kondisi ini sudah ada pergeseran dan berakibat pada penurunan,” katanya.
Iwan menilai, masyarakat saat ini mulai condong pada hal lain selain pakaian, seperti kebutuhan hiburan. Masyarakat, lanjut Iwan, lebih baik tidak belanja baju asalkan bisa menikmati wisata.
Ini luar biasa pergeserannya. Pergeseran ini akhirnya mengakibatkan perilaku orang jadi berbeda termasuk menyikapi pakaian.
“ Kami juga sekarang sebagai industriawan gak bisa idealis mementingkan kualitas bagus. Tapi juga yang penting bagaimana laku di pasar supaya kehidupan usaha tetap jalan karena sekarang pikirannya sudah seperti itu,” ungkapnya.
Namun, pihaknya yakin dengan teknologi, pelaku industri TPT tetap berjalan, termasuk berkolaborasi dengan rekan pelaku industri digital marketing yang melakukan riset terhadap berbagai kebutuhan pasar.
Iwan menyarakan pelaku industri TPT harus menghasilkan produk berbasis kebutuhan dan disenangi pasar. Ini bisa di kerjasamakan dengan mengadaptasi digital marketing. “Kami sudahberkolaborasi dengan mereka supaya bisa mengakselerasi market,” katanya.***