DARA | Sebulan setelah menerjang Palu, tsunami juga menyapu pesisir pantai Selat Sunda, Sabtu malam (23/12/2018). Ratusan rumah dan bangunan lain luluh lantak. Ratusan korban nyawapun berjatuhan, ditambah yang cedera dan hilang ditelan ombak bergulung.
Seorang pakar tsunami dari Amerika, Costas Synolakis mengatakan, tsunami di Selat Sunda itu terbilang langka alias bukan tsunami biasa. Itu adalah tsunami vulkanik. Kedekatan Anak Krakatau ke pantai, diduga tsunami itu kemungkinan melanda 20 hingga 30 menit setelah aktivitas vulkanik dan itu bukan pertama kalinya Anak Krakatau menyebabkan kerusakan di Indonesia
“Tahun 1883, gunung berapi Krakatau pernah ngamuk. Itu tidak diharapkan, tetapi tidak terduga untuk terjadi letusan yang dapat menciptakan longsoran dengan cara yang sama yang dipicu 175 tahun yang lalu,” tutur Costas Synokalis yang juga Director of the University of Southern California’s Tsunami Research Center, Costas Synolakis, seperti dilansir dari nbcnews, Senin (24/12/2018).
Emile Okal, Profesor Emeritus Ilmu Bumi di Northwestern University menduga tanah longsor di bawah air lah yang membuat gelombang. “Gunung berapi adalah sesuatu yang hidup. Ini adalah sesuatu yang secara geologis tidak dalam kondisi stabil kapan pun. Akhirnya akan terjadi tanah longsor, dan jika berada di bawah air, akan menggusur air dan membuat gelombang,” ujarnya.
Okal mengatakan untuk mendeteksi tsunami dengan benar, Indonesia perlu menghabiskan sekitar satu miliar dolar AS untuk teknologi dan tenaga sepanjang waktu di sepanjang pesisirnya.***
Editor: denkur