Perkenalan kami, tergolong unik.
DARA | Suatu ketika, tanggal dan bulanya lupa, tetapi tahunnya masih saya ingat, yaitu tahun 1987.
Saya dalam perjalanan menuju obyek bahan tulisan di daerah Indramayu.
Di daerah Kadipaten di sebuah warung istirahat sejenak. Melepas lelah.
Hanya hitungan beberapa menit datang seseorang berpenampilan rambut gondrong, celana jins belel dan senyumnya ramah.
Kami saling melempar senyum, meski tak bertegur sapa.
Kami sama-sama pesan kopi hangat dan sama sama tidak pesan makan, kecuali cemilan ala kadarnya.
Habis rokok satu batang, saya beranjak mendahului. Pergi dari warung itu. Masih tetap saling lempar senyum.
Satu jam setengah kemudian sampai di lokasi obyek bahan tulisan. Daerah Indramayu saat itu dilanda kekeringan yang dasyat. Menjadi bahan tulisan karena kaum perempuan pun ikut berjibaku untuk mempertahankan hidup dengan menjadi pemecah batu (split). Bahkan, banyak pula yang pergi ke daerah lain menjadi……..(?).
Belum sepuluh menit, saat kami ngobrol dengan seorang tomas (tokoh masyarakat) setempat, datang lelaki gondrong dengan senyum ramah yang tadi bareng di warung ngopi.
“Saya Yusran dari Bandung Pos,” katanya, saat memperkenalkan diri kepada tomas itu.
Ternyata kami, memiliki nama tokoh yang sama untuk diwawancara.
Seusai wawancara tomas itu. Kami saling memperkenalkan diri. Yusran bertanya, saya dari media apa. Agak kesulitan saya menjawab: Mau menyebut dari Kantor Berita PAB, saya baru satu minggu. Saya jawab, saya penulis amatiran.
“Oh” katanya.
Saya tak bisa menebak apa yang dimaksud “oh”. Herankah, pujiankah, atau sebaliknya?
Saya tak mempedulikan itu. Kami pun segera tunggang motor masing masing. Sebelumnya saya tanya apa mau langsung pulang ke Bandung. Tidak, katanya masih ada satu obyek lagi yang harus dikunjungi.
Hasil wawancara itu saya kirimkan ke sejumlah media mingguan, baik yang terbit di Jakarta maupun di Surabaya.
Yusran mengaku membaca tulisan feature saya dari sebuah majalah terbitan Surabaya.
Sejak itu sekitar tiga tahun kami tak jumpa.
Saya sudah bergabung dengan HU Suara Karya dan Yusran bekerja di Harian Mandala (kerjasama Kompas Grup) kerap jumpa.
Dari situ benih persahabatan terbangun. Bahkan, saat dia bertugas di Harian Bernas (Jogyakarta) tak pernah putus silahturachmi. Komunikasi jalan terus.
Apalagi saat dia menahkodai Tribun Jabar. Tiga hari sekali, lewat pukul 23.00 WIB di satu tempat di Jalan Dalem Kaum, kami bertiga, saya, Kundrat (almarhum) dan Yusran berbincang berbagai hal. Paling sering menjadi bahan obrolan : soal jurnalisme masa depan.
Seluk beluk pers, sikap mental para wartawan, sesekali juga membahas organisasi kewartawanan.
Soal ketahanan ekonomi keluarga tak masuk dalam obrolan kami. Karena kami bertiga sudah saling mengetahui kelebihan dan kekurangan masing masing.
Dia pamitan saat akan mengemban tugas menjadi Pemred di Banjarmasin Pos. Kami rombongan pengurus PWI Jabar sempat mampir ke Banjarmasin Pos bersamaan dengan pelaksanaan Powarnas (Pekan Olah Raga Wartawan Nasional) Banjarmasin (2017). Yusran menyambut hangat rombongan kami. Bahkan, sebagai wellcome party kami dijamu makan malam di sebuah restoran terbaik di Banjarmasin.
Hari ini Senin, 2 Juli 2024, kami mendapat kabar engkau berpulang ke haribaan Allah SWT.
Kaget, sedih dan haru bercampur.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu.
Semoga almarhumah husnul khotimah. Aamiin dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.
Tak lagi ku lihat senyum ramah mu. Tak kan lagi ku bercerita dan bercanda bersama dan bahkan tak kan lagi menafakuri kehidupan bersama sama.
Selamat jalan sahabat. Semoga nanti kita dibersamakan kembali di alam sana.***
Editor: denkur