DARA | BANDUNG – Membangun pesantren ramah anak harus memenuhi hak dasar anak. Hak tersebut tersebut harus dijadikan acuan di dalam pembelajaran dan pembinaan anak.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menyebutkan, yang hak anak yang wajib dipahami tersebut , di antaranya hak mendapat akses pendidikan, hak mendapat perlindungan fisik, emosional, seksual, dan perlindungan dari penelantaran. “Tersebut harus dijadikan acuan di dalam pembelajaran dan pembinaan anak,” kata dia, di runag kerjanya, Selasa (27/8/2019).
Dia menyebutkan, pasantren ramah nak adalah sekolah yang karaktetistiknya bisa memenuhi hak anak serta kewajiban anak. “Termasuk di dalam memberikan pembelajaran yang bisa dilakukan sesuai dengan keadaan dan kondisi sekarang,” ujarnya.
Salah satu yang ia soroti, adalah larangan penggunaan handphone (HP) di pasantren. Menurut dia, jangan samoai larangan membuat anak tertekan secara psikologis, sehingga mental.
“Memang di pasantren biasanya ada larangan memakai HP dan itu harus ditaati semua santrinya,” ujar Linda, seraya menyarankan harus ada alternatif dari pimpinan pondik pesantren agar anak-anak yang sebelumnya terbiasa menggunakan HP, bisa menyalurkan kebiasannya itu dengan kegiatan positif.
Dia mengakui, pendidikan di pasantren berbeda jauh dengan sekolah formal. Menurut dia, jika ada batasan-batasan atau aturan yang harus diikuti para santri, sebiknya dikoordinasikan dulu dengan orang tua santri.
“Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman antara orang tua siswa dengan pasantren,” katanya.***
Wartawan: Fattah | Editor: Ayi Kusmawan