Bermunculannya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di negeri ini, ternyata belum mampu menjawab persoalan krusial tentang mengatasi angka pengangguran.
DARA | Pencetakan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui jalur pendidikan formal tersebut, belum sebanding dengan kebutuhan dunia industri.
Lulusan SMK masih banyak yang menganggur, berbanding terbalik dengan harapan keberadaan sekolah tersebut, sebagai tempat mencetak tenaga kerja siap pakai.
Menurut, Pengamat Pendidikan Bandung, Dr Jamisten Situmorang, M.Pd, bermunculannya sekolah kejuruan tersebut, terkesan tanpa memperhitungkan lapangan kerja, bahkan tanpa memperhitungkan kemampuan ekonomi pemerintah.
“Jadi kemungkinannya (pendirian SMK) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penerimaan murid baru. Tanpa memperhitungkan lapangan kerja atau kemampuan ekonomi pemerintah untuk menyerap mereka,” ujar Jamisten, Jum’at (25/8/2025).
Ketidakseimbangan antara lulusan SMK dengan lapangan kerja, mengakibatkan pertumbuhan perekonomian ikut stagnan.
Di sisi lain, meningkatkan daya serap industri tidak mudah dengan kondisi pertumbuhan ekonomi saat ini.
Menurutnya, salah satu solusi untuk memecahkan persoalan tingkat pengangguran, khususnya lulusan SMK adalah memberikan tambahan keterampilan entrepreneurship.
Lulusan SMK, sebaiknya tidak hanya menerima pembelajaran tentang jurusan yang diikutinya selama di bangku sekolah. Namun alangkah baiknya diberikan keterampilan lainnya.
“Menurut saya, solusi yang masuk akal adalah dengan memberikan tambahan keterampilan entrepreneurship mereka. Keterampilan yang sudah mereka miliki dari SMK, sekarang ditingkatkan lagi,” katanya.
Dengan demikian, mereka bisa menciptakan pekerjaannya sendiri, sesuai dengan pertumbuhan zaman. Terutama di era digital sekarang, mencari penghidupan tidak selalu mengharapkan dari industri atau pemerintah.
“Karena kemampuan pemerintah ini terbatas, sehingga orang tua, masyarakat memberdayakan diri sendiri dengan melihat sumber daya yang ada di daerahnya masing-masing,” ujarnya.
Jamisten, tidak menampik jika diantaranya masih ada orang tua yang berpikiran memasukan anaknya ke sekolah kejuruan agar bisa langsung bekerja. Padahal, lulusan SMK diharapkan tidak melulu menjadi karyawan, melainkan bisa menjadi wirausahawan juga.
Kata Jamisten, pola pikir masyarakat seperti inilah yang harus diubah. Walaupun disadarinya, untuk merubah pola pikir seperti itu tidak mudah.
“Kalau kita misalnya tidak bisa mengubah mindset orang tua. Ya kita bisa mengubah mindsite dari anak-anak kita atau mereka (para murid),” kata Jamisten.
Ia juga mengatakan penyaluran tenaga kerja lulusan SMK, tidak terlepas dari peran kepala sekolahnya. Kepala sekolah SMK memiliki peran strategis terhadap pemasaran para anak didik tamatannya.
Para kepala sekolah harus merencanakan, melaksanakan dan memantau pemasaran tamatannya. Kemudian menerapkan mindset, pola pikir, cara pandang, kebiasan, strategi, sikap yang mendukung ekosistem pemasaran tamatan.
“Berpikir terstruktur, sistematis, logis mengapa dan bagaimana pemasaran tamatan yang efektif,” ujarnya.***
Editor: denkur