Atalia menambahkan, para pengurus Pramuka di seluruh daerah pun terkejut dengan keputusan tersebut lantaran tak menempuh proses sosialiasi bersama pengurus.
DARA| Keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) soal ekstrakurikuler Pramuka yang tak lagi wajib untuk siswa SMP-SMA menuai polemik.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Keputusan tersebut direspons tegas oleh Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Jawa Barat. Ketua Kwarda Pramuka Jabar Atalia Praratya mengkritik kebijakan tersebut.
“Kwarda Pramuka Jawa Barat menolak atas dikeluarkannya Permendikbudristek RI nomor 12 tahun 2024 bab V ketentuan penutup pasal 34,” ujar Atalia di Gedung Kowarda Pramuka Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa (2/4/2024).
Atalia mengungkapkan, aturan terbaru itu turut mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Permendikbud nomor 63 tahun 2014 tentang pendidikan kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Kwarda Pramuka Jawa Barat, kata Atalia, memiliki beberapa dasar penolakan. Salah satunya soal nilai sejarah yang panjang dari 1912 hingga dikokohkan dengan instruksi Presiden Soekarno pada tahun 1961 yang melebur lebih dari 100 organisasi kepanduan di indonesia menjadi Pramuka.
“Gerakan pramuka memuat hal yang sejalan dengan karakter pelajar Pancasila sesuai dengan harapan pemerintah, hal itu juga tertuang dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2010,” ucapnya.
Lanjut Atalia, dalam UU nomor 12 tahun 2010 disebutkan gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk anggota pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin.
“Selain itu gerakan Pramuka juga menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, menjaga dan membangun negara kesatuan republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta lingkungan hidup,” katanya.
Atalia menambahkan, kegiatan kepramukaan ini fokus pada pendidikan karakter melalui pengalaman langsung yang lengkap, sehingga gerakan pramuka dikatakannya, merupakan gerakan yang sangat tepat sebagai bekal generasi muda menghadapi tantangan zaman yang berubah dari masa ke masa.
“Kami merekomendasikan kegiatan kepramukaan harus tetap menjadi ekstrakulikuler wajib di sekolah, dengan berbagai penyempurnaannya.
Soal prinsip suka dan rela sebagai ruh pada gerakan pramuka, Atalia meminta hal itu tetap bisa dilaksanakan pada kurikulum merdeka dengan memberikan ruang kepada peserta didik untuk memilih latihan kepramukaan yang sesuai minat mereka baik dalam model blok, aktualisasi maupun reguler.
“Dengan terbitnya Permendikbudristek nomor 12 tahun 2024, harapannya peraturan menteri itu dapat ditinjau ulang,” kata dia.
Atalia menambahkan, para pengurus Pramuka di seluruh daerah pun terkejut dengan keputusan tersebut lantaran tak menempuh proses sosialiasi bersama pengurus. “Kami juga kaget karena tidak ada sosialisasi sama sekali,” jelasnya.
Editor: Maji