Ketika M Natsir Menyikapi Perbedaan

Jumat, 5 Juli 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

M Natsir (Foto: Parlementaria.com)

M Natsir (Foto: Parlementaria.com)

DARA | Banyak sikap yang patut dicontoh dari sosok seorang M Natsir dalam menyikapi keragaman. M Natsir adalah contoh yang menunjukan bahwa ia adalah sosok yang bijak dalam menyikapi perbedaan. Bukan saja soal khilafiyah, tapi juga hingga soal ideologi politik kenegaraan.

Kata Natsir, politik boleh beda, tapi pertemanan tetap terjaga. Dalam buku “Politik Bermartabat: Biografi I.J. Kasimo” (2011: 177) dikisahkan bahwa saat di konstituante, Natsir dan Aidit – yang berseberangan secara ideologi — kerap kali bersitegang pendapat. Sebegitu alotnya sampai Natsir pun ingin melempar Aidit dengan kursi.

Menariknya, itu hanya dalam tataran diskusi. Toh, Natsir pada kenyataannya tak sampai hati memukul Aidit dengan kursi. Malah, seusai rapat, Aidit yang lebih muda membuatkan kopi untuk secangkir kopi dan akhirnya ngobrol dengan hangat seolah tidak ada perbedaan sama sekali.

Ketika Natsir tidak mendapat tumpangan, seringkali Aidit memboncengnya dengan sepeda dari Pejambon untuk berangkat sama-sama. Anda bisa bayangkan antara Partai Komunis dan Masyumi yang ideologinya antara langit dan bumi, ternyata ada titik di mana keduanya bisa menjaga sela-sela persatuan dan kesatuan.

Mungkin di mata Natsir, ideologi Aidit tidak benar. Namun, secara akhlak kemanusiaan, Aidit seperti halnya manusia pada umumnya harus diperlakukan secara manusiawi. Bukankah sifat rahman Allah meliputi segenap makhluknya. Sebagaimana cahaya mentari yang tidak pernah memilih membagi sinarnya kepada siapa saja.

Kedua, pemahaman mendalam mengenai ranah yang bisa kompromi dan yang tak bisa ditolerir. Hal ini memungkinkan beliau bergaul dengan lintas madzhab bahkan agama. Ketika Natsir mengajukan Mosi Integral dalam parlemen RIS (3 April 1950), beliau bisa akur dan saling mendukung misalnya dengan tokoh Katolik seperti I.J. Kasimo dan tokoh non-Muslim lainnya. Ini menunjukkan bahwa Natsir –dengan pemahamannya itu—mampu menempatkan diri dalam bergaul tanpa harus kehilangan ideologi prinsipilnya.

Dalam masalah khilafiyah pun –misalnya perbedaan pandangan mengenai masalah fikih cabang seperti qunut shubuh dll—Natsir tak pernah membesar-besarkannya yang dijaga justru persatuan umat. Menurut catatan Ridwan Saidi dalam buku “Zamrud Khatulistiwa”(1993: 70), Natsir menjauhkan diri dari pertengkaran yang disebabkan oleh masalah-masalah khilafiyah.

Ini sangat menarik karena seperti diketahui umum bahwa Natsir adalah murid A. Hassan yang amat vokal terhadap masalah khilafiyah. Bisa jadi, Natsir bersikap demikian karena pengaruh dari gurunya yang lain: H. Agus Salim. Kalau dilihat dari Dewan Dakwah Islamiyah yang beliau gagas, memang lembaga dakwah itu memayungi segenap lembaga dan ormas Islam karena yang dipentingkan adalah persatuan umat. Sikap demikian membuat Natsir arif dalam menyikapi perbedaan.

Ketiga, bukan pendendam. Setajam apapun perbedaan yang dihadapi Natsir, dan seberapa sakitpun perlakuan yang didapatkannya, beliau adalah pribadi yang tak pendendam. Dalam buku “Politik Bermartabat” (2011: 180) disebutkan bahwa saat Sarmidi Mangunsarkoso (1904-1959), tokoh PNI yang pernah menjatuhkan kabinet Natsir meninggal, tanpa canggung dan dendam beliau melayat jenazahnya bahkan tak kuasa menahan tetesan air mata. Dia merasa kehilangan atas kepergian rekan seperjuangan.***

Editor: denkur / Artikel ini bersumber dari Hidayatullah.com dengan judul: Teladan M Natsir dalam Menyikapi Perbedaan, Rabu 3 Juli 2019

 

Berita Terkait

Universitas Paramadina Soroti Tantangan dan Solusi Koperasi Merah Putih
Satu-satunya dari Indonesia, Mahasiswa Sampoerna University Tampil di IVS Kyoto 2025 Bawa Inovasi Ramah Lingkungan ke Panggung Dunia
Akses Menuju Stasiun Makin Mudah, Pengguna LRT Jabodebek di Stasiun Harjamukti Terus Naik
Wartawan Senior Wina Armada Sukardi Tutup Usia
Panitia Kongres Temui Menkum dan Kapuspen TNI : Pemerintah Dukung Kongres Persatuan PWI
KAI Divre IV Tanjungkarang Tambah Stasiun Pelayanan Pembatalan Tiket KA Secara Offline
LRT Jabodebek Layani 139 Ribu Pengguna Selama Libur Panjang Tahun Baru Islam 1447 H
Tren Hidup Sehat dan Ngopi di 2025: Gaya Hidup yang Semakin Berkembang di Indonesia

Berita Terkait

Jumat, 11 Juli 2025 - 22:28 WIB

Universitas Paramadina Soroti Tantangan dan Solusi Koperasi Merah Putih

Rabu, 9 Juli 2025 - 21:48 WIB

Satu-satunya dari Indonesia, Mahasiswa Sampoerna University Tampil di IVS Kyoto 2025 Bawa Inovasi Ramah Lingkungan ke Panggung Dunia

Rabu, 9 Juli 2025 - 13:43 WIB

Akses Menuju Stasiun Makin Mudah, Pengguna LRT Jabodebek di Stasiun Harjamukti Terus Naik

Kamis, 3 Juli 2025 - 18:39 WIB

Wartawan Senior Wina Armada Sukardi Tutup Usia

Rabu, 2 Juli 2025 - 19:35 WIB

Panitia Kongres Temui Menkum dan Kapuspen TNI : Pemerintah Dukung Kongres Persatuan PWI

Berita Terbaru