TRADISI memainkan meriam bambu atau di Jawa Barat lebih dikenal lodong, masih dilakukan oleh anak-anak di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.
Aktifitas sambil menunggu waktu berbuka puasa ini menjadi kebiasaan rutin anak-anak di desa tersebut, dari pada berdiam diri di rumah dan hanya bermain game di smartphone atau gadget mereka. Tanpa rasa takut, anak-anak ini saling bergantian menyalakan lodong yang sudah dipersiapkan.
Alhasil, suara dentuman yang keras bak meriam memecah kemeriahan mereka saat ngabuburit.
Salah seorang anak, Rizky (9), mengatakan, mengisi waktu ngabuburit dengan bermain lodong membuat waktu berpuasa jadi tak terasa. Karena fokus perhatian mereka terpusat kepada kegembiraan bermain lodong, hingga akhirnya tak terasa adzan Maghrib berkumandang menandakan waktu berbuka puasa.
“Senang main lodong sama teman-teman. Sambil nunggu adzan. Kadang kalau lagi keasyikan main suka tidak terasa puasanya, karena tiba-tiba suda adzan Maghrib,” ujar Rizki, di sela bermain lodong, Rabu (29/5/2019).
Anak-anak lainnya pun sama, mereka sangat gembira berpuasa sambil bermain lodong. Dadan (12) mengaku, bahan baku utama untuk membuat lodong yakni bambu ,sangat mudah didapat di kampungnya, sehingga permainan tradisional ini sering dimainkan.
“Sudah seminggu, setiap jam 4 sore main lodong. Saya dan teman-teman hanya tinggal memainkan, karena ayah saya yang mencari bambu dan membuat lodongnya,” kata Dadan.
Kepala Desa Gudang Kahuripan, Agus Karyana, mengaku, entah sejak kapan lodong dimainkan warga setempat. Namun pastinya, permainan ekstrem ini sudah menjadi tradisi turun-temurun warga sejak puluhan tahun lalu untuk menunggu waktu berbuka puasa.
“Sejak masih kecil, saya juga sering diajak orang tua bermain lodong. Mungkin jauh sebelum saya lahir, warga di sini sudah sering memainkannya, bukan hanya saat bulan puasa melainkan juga di hari-hari biasa,” ujar Agus.
Mudahnya membuat lodong, menjadikan permainan ini sangat digemari semua kalangan. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua. Setelah bahan utama, bambu, tersedia kemudian diberi lubang kecil untuk menembakkan api, setelah lodong diisi karbit, tinggal dinyalakan lalu akan terdengar suara dentuman mirip peledak.
“Supaya tidak mengganggu warga karena bisa timbulkan dentuman yang sangat keras, lodong diarahkan menghadap ke hamparan kebun,” katanya.
Agar tak berbahaya bagi anak-anak, permainan ini tetap harus di bawah pengawasan orang tua. Agus bersyukur, melalui permainan ini anak-anak bisa bersosialisasi dengan teman sebaya dari pada hanya berdiam diri di rumah atau menghabiskan waktu dengan bermain gadget.
“Pengaruh permainan di handphone bisa sedikit distop. Karena selain untuk menyemarakkan bulan Ramadan, permainan ini sebagai pendidikan karakter untuk melatih fisik dan mental anak-anak supaya kuat dan berani,” ujarnya.
Agus menambahkan, permainan lodong biasanya berakhir menjelang Maghrib atau saat waktu menunjukkan pukul 17.30 WIB. Dia berharap, permainan tradisional seperti ini terus dilestarikan oleh generasi muda di tengah gempuran permainan modern yang saat ini semakin tak terbendung.
“Sekitar setengah jam sebelum adzan, anak-anak ini biasanya bubar. Besok sore kumpul bermain lodong lagi,” katanya.***
Wartawan: Muhammad Zein | Editor: Ayi Kusmawan