DARA | BANDUNG – Wabah korupsi menjalar ke sejumlah daerah. Jawa Barat pun kini digoyang KPK yang tanpa lelah mencari pejabat bermasalah.
Bayangkan saja, hanya dalam tempo enam bulan, tiga kepala daerah di Jawa Barat tersandung kasus korupsi. Ketiganya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Pejabat pertama yang ditangkap adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Ia terlibat dalam kasus perijinan mega proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi. Neneng sudah ditetapkan jadi tersangka.
Lalu pejabat kedua yang terjerat KPK adalah Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra. Ia dicokok tim antirasuah dengan tuduhan diduga melakukan praktik jual beli jabatan di daerahnya.
Kasus terbaru menimpa Bupati Cianjur Irvan Rifano Muchtar. Ia terkena OTT terkait suap anggaran dana pendidikan alias dana alokasi khusus (DAK) Pendidikan.
Itu baru kepala daerah alias bupati. Dalam setiap kasus yang menjerat bupati selalu ada tersangka lain yang para bawahannya entah sekretaris daerah entah opara kepala dinas. Hal itu pertanda korupsi didaerah memang sudah sintemik dan berencana.
Sebelumnya ada juga sejumlah kepala daer yang terjarat kasus korupsi, umapanya saja Bupati bandung barat Abubakar, Walikota Cimahi Atty Suharti. Bahkan yang unik di Subang, Bupati Subang tiga-tiganya terjerat korupsi yaitu Eep Hidayat yang menjabat periode 2008-2013, Ojang Suhandi (2013-2018) dan Imas Aryumningsing (2016-2018).
Menanggapi peristiwa ini, Ketua DPRD Jabar Ineu Purwadewi Sundari mengatakan kasus hukum yang membelit para kepala daerah harus menjadi perhatian bagi semua pihak. Terutama penguatan pengawasan terhadap para kepala daerah.
“Harus ada upaya pencegahan. Kasus perizinan, mutasi dan rotasi memang zona rawan korupsi. Ke depan harus ada pencegahan,” kata Ineu di Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Kamis (13/12/2018).
Sebetulnya, kata Ineu, upaya pencegahan sudah banyak dilakukan. Salah satunya dalam pembahasan anggaran sudah mengingatkan para kepala daerah agar berhati-hati dalam penggunanya. “Semuanya harus diperbaiki. Dengan sistem yang ada dan individunya harus siap menjalankan. Yang melaksanakan (anggaran) mengikuti kehati-hatian dan diterapkan sejak awal,” ujarnya.
Khsus tentang terciduknya Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar. Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, dana alokasi khusus untuk pembangunan fasilitas pendidikan justru dipangkas sejak awal dengan pihak-pihak tertentu, sehingga yang menjadi korban adalah para siswa di Cianjur.
Menurut Basaria, pada 2018, Kabupaten Cianjur mendapatkan dana alokasi khusus (DAK) untuk pendidikan sebesar Rp 46,8 miliar. Namun, KPK menduga bupati dan kepala dinas memotong DAK tersebut sebesar 14,5 persen.
Padahal, anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan di 140 SMP di Kabupaten Cianjur. Beberapa di antaranya untuk pembangunan ruang kelas dan laboratorium.
Menurut Basaria, diduga fee untuk Irvan sebesar 7 persen dari nilai anggaran DAK.***
Editor: denkur