DARA | JAKARTA –Yusril Ihza Mahendra nampaknya belum bernapas lega, sebab gagasannya membebaskan Ba’asyir masih terganjal berbagai persoalan, salah satunya soal penolakan Ba’asyir meneken ikrar kesetiaan kepada Pancasila dan NKRI.
Abu Bakar Ba’asyir divonis 20 tahun penjara karena terlibat terorisme. Ia ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Gunung Sindur Bogor, Jawa Barat. Saat ini, Ba’asyir baru menyelesaikan sembilan tahun penjara. Namun, usianya sudah menginjak 80 tahunan. Atas dasar kemanusiaan itulah, Yusril mengajukan gagasannya kepada presiden agar presiden membebaskan Ba’asyir. Presiden pun setuju hingga muncul keputusan pembebasan Ba’asyir yang sedianya minggu-minggu ini.
Yusril lalu mendatanggi LP Gunung Sindur, menemui Ba’asyir dan menceritakan keputusan presiden. Ba’asyir pun sangat bersyukur, namun belakang ketika Ba’asyir disuguhi pernyataan kesetiaan kepada Pancasila, Ba’asyir menolak mentah-mentah. Dikatakannya ia hanya akan patuh kepada yang satu yaitu Allah SWT dan tidak akan mau pacun kepada aturan lain. Yusril tak bisa berbuat apa. Namun, ke media Yusril masih tetap menyatakan presiden sudah menyetujui Ba’asyir dibebaskan dari hukuman.
Keputusan pembebasan Ba’asyir itu tak urung menuai protes berbagai kalangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Maklum, pembebasan Ba’asyir terjadi di saat tahun politik pilpres, sehingga banyak tudingan bahwa pembebasan Ba’asyir adalah manufer politik untuk menjatuhkan lawan atau setidaknya menaikan elektabilitas.
Pun luar negeri, terutama Australia, sangat kecewa dengan keputusan pembebasan Ba’asyir. Ini juga wajar sebab Australia adalah negara yang memiliki sejarah kelam dalam kebiadaban teroris. Puluhan orang warga kanguru itu tewas kena ledakan bom.
Belakangan setelah penolakan Ba’asyir terhadap Pancasila mengemuka, berbagai tanggapan muncul, diantaranya dari Wiranto dan Ryamizard Ryacudu. Menurut Wiranto, berbicara dalam kapasitas sebagai Menko Polhukam, pemerintah akan membuat kajian atas pertimbangan-pertimbangan pembebasan Abu Bakar Ba’asyir, termasuk soal penolakannya meneken pernyataan kesetiaan kepada Pancasila dan NKR.
“Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut. Namun tentunya masih perlu dipertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya. Jadi Presiden tidak boleh grusa-grusu, serta-merta, mengambil keputusan. Tapi perlu pertimbangan dari aspek-aspek lainnya,” ujar Wiranto dalam jumpa pers di kantornya, Jl Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2019).
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menegaskan Pancasila sebagai dasar negara. Ideologi ini wajib ditaati warga negara Indonesia. “Kalau orang tidak Pancasila, di sini numpang, negara Pancasila kok ngga (mau) Pancasila? Kalau numpang sebentar aja, jangan lama-lama rugi negara. Kalau nggak mau numpang ya ikut dong,” kata Menhan kepada wartawan di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/1/2019).
“Pengertian aja, karena negara Pancasila, kalau nggak Pancasila ya keluar dari sini, dibebaskan ya keluar dari sini,” ujarnya seraya menambahkan setiap negara memiliki ideologi. “Di sini NKRI dasarnya Pancasila, nggak ada khilafah, kalau mau khilafah negara lain aja,” ujarnya tegas.***
Editor: denkur