Pencak silat harus diakui dan dijadikan bagian dari identitas bangsa Indonesia
DARA | Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Komisi X DPR RI menyelenggarakan kegiatan “Diskusi dan Pemutaran Film Pendek: Silat dalam Dunia Internasional – Representasi Budaya dan Identitas Komunitas dalam Perfilman”, Jumat (25/4/2025).
Kegiatan yang berlangsung di Ballroom Hotel Harmoni, Jalan Cipanas baru, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku budaya, sineas, serta generasi muda.
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, yang turut hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa tujuan kegiatan tersebut sebagai upaya dalam melestarikan budaya daerah.
Menurutnya, pencak silat harus diakui dan dijadikan bagian dari identitas bangsa Indonesia.
“Budaya mencerminkan identitas, dan sebagai identitas, silat harus dipelihara, dibina, serta dikembangkan secara serius dan terstruktur,” ujarnya di Hotel Harmoni Garut, Jumat (25/4/2025).
Meski begitu, Ferdiansyah mengakui hingga saat ini belum ada keseragaman cara memandang silat sebagai identitas budaya. Ia menyebut, bahwa gaungnya berbeda-beda di setiap daerah.
Ferdiansyah pun menekankan pentingnya membangun persepsi kolektif mengenai silat sebagai warisan budaya bangsa.
Menurutnya, silat bukan sekadar seni bela diri, tetapi juga sarat akan nilai-nilai luhur seperti kedisiplinan, pengendalian diri, rasa hormat, serta kebanggaan terhadap tanah air.
“Sehingga pesilat sejati bukan hanya mereka yang menguasai jurus, tapi juga yang mampu menahan emosi dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Indonesia,” ujarnya.
Ferdiansyah menilai, jika penggunaan media seperti film menjadi sarana efektif dalam menyosialisasikan silat.
Melalui film, lanjutnya, pesan-pesan budaya bisa lebih mudah menjangkau berbagai kalangan, baik secara offline maupun online, termasuk lewat media lain seperti cerita di radio, video, komik, atau bahkan pantun.
Ferdiansyah juga menyebutkan, bahwa silat telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda oleh UNESCO.
Ia mengingatkan penetapan UNESCO ini bukanlah akhir, tetapi justeru menjadi awal dari tanggung jawab besar untuk menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya tersebut.
“Melalui kegiatan ini saya juga ingin mengingatkan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas kementerian, tetapi harus menjadi komitmen bersama, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat,” katanya.
Ferdiansyah menuturkan, bahwa Kabupaten Garut memiliki potensi besar sebagai pusat perkembangan budaya silat.
Hal tersebut menurutnya, dibuktikan dengan telah digelarnya dua kali pertemuan nasional bertema silat di wilayah tersebut.
Ia berharap, pemerintah daerah bisa lebih aktif menjadikan Garut sebagai lokomotif budaya persilatan Indonesia.
Pihaknya juga, tambah Ferdiansyah, mendorong agar film-film bertema silat tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai wahana ekonomi kreatif.
Ia mencontohkan film animasi bertema “Jumbo” yang berhasil mendekati angka 7 juta penonton, membuktikan bahwa pasar film budaya memiliki potensi besar di dalam maupun luar negeri.
Politisi Partai Golkar tersebut mengatakan, bahwa film silat juga memiliki nilai jual tinggi di pasar internasional, terutama kawasan Timur Tengah yang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap budaya Indonesia.
Menurutnya, ini sebuah peluang yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia terlebih film bisa menjadi alat diplomasi yang kuat.
“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sendiri telah membentuk direktorat khusus yang menangani aspek perfilman, musik, dan media. Hal ini untuk memastikan penanganan yang lebih fokus dan strategis dalam mengangkat budaya melalui industri kreatif,” tutur Ferdiansyah yang merupakan Anggota DPR RI dari Dapil XI Jabar tersebut.
Ferdiansyah berharap, kegiatan ini mampu membangkitkan kesadaran generasi muda tentang pentingnya silat sebagai warisan budaya yang harus dijaga.
“Selaku pemilik budaya silat, menurutnya, kita tidak hanya punya kewajiban melindungi, tapi juga mengembangkan dan memanfaatkannya sehingga efeknya bukan hanya terjadi penguatan budaya tapi juga penguatan perekonomian,” tuturnya.
Kegiatan Diskusi tersebut turut dihadiri Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan), Judi Wahjudi, aktor laga asal Garut, Abah Cecep dan sejumlah sineas yang terlibat dalam produk produksi film pendek bertema silat “The Tiger” yang dibuat di wilayah Garut dan Tasikmalaya.***
Editor: denkur