DARA | JAKARTA – Marak terjadi penjualan rumah bodong. Bisnis itu cukup mudah dilakukan. Seperti dikatakan Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak, banyak rumah dijual tapi sertifikatnya tidak jelas atau sertifikat diagunkan ke bank lain. Konyolnya lagi bank mau biayain rumah bodong tersebut, lalu biaya di KPR, tapi pemegang rumah tidak memegang sertifikat.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat ada 350 pengaduan dari masyarakat korban penjualan rumah bodong. Dalam pengaduan itu, nama-nama korporasi besar penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) terseret, seperti PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, termasuk PT Sentul City Tbk. Pengaduan itu masuk sepanjang periode Januari-Desember 2018.
Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak, seperti dilansir dari CNN, menyebutkan, BTN dan BRI memberikan kredit kepada sejumlah perusahaan pengembang properti rumah bodong dan mengagunkan kembali sertifikat rumah nasabah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sedangkan untuk Sentul City, beberapa pemilik rumah mengaku tidak mendapatkan sertifikat rumah, meski proyek perumahan itu sudah selesai dikerjakan.
Merespons hal ini, Rolas mengaku pihaknya telah berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan beberapa perusahaan yang terkait, seperti Sentul City, BTN, dan BRI.
“OJK sama BEI jawabannya sama, cuci tangan semua,” tegas Rolas. Maksudnya, kedua lembaga tersebut menyerahkan urusan pengaduan perumahan kepada masing-masing perusahaan yang ada dalam lingkaran tersebut. Padahal, OJK sebagai pengawas perbankan dan BEI menjadi pihak yang turut mengontrol kegiatan masing-masing perusahaan tercatat.
“Parahnya lagi, BRI ada perjanjian apabila lunas BRI kasih sertifikat, ketika lunas tidak kasih karena lagi diagunkan. BTN lebih parah lagi jawabannya, kata mereka hanya urusi pembayaran, tidak urusi objek rumahnya,” imbuh Rolas.
Meski demikian, 95 dari 350 aduan yang masuk sepanjang tahun ini sudah diselesaikan. Dalam hal ini, masyarakat mendapatkan haknya berupa sertifikat rumah. “Jadi, memang kalau ada aduan kami panggil, perusahaan dan pengadu. Di situ buka-bukaan,” tutur Rolas.***
Editor: denkur