Bedah Buku “Imajinasi Islam: 70 Tahun Komaruddin Hidayat”

mm

Selasa, 7 November 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Istimewa

Foto: Istimewa

Pemikiran tentang Islam itu adalah bagaimana bertingkah laku, beragama tidak dengan marah-marah, dan berpolitik dengan gembira, bersikap kritis tetapi tetap dengan ramah.

DARA | Demikian disampaikan Prof Didik J Rachbini, MSc, PhD, dalam sambutan pengantar Bedah Buku “Imajinasi Islam: 70 Tahun Komaruddin Hidayat” yang diselenggarakan di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina, Selasa (7/11/2023).

Acara yang dimoderatori Dr. M. Subhi Ibrahim ini diselenggarakan oleh Universitas Paramadina bekerjasama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), serta didukung oleh Paramadina Center for Religion and Philosophy (PCRP) dan Paramadina Graduate School of Islamic Studies (PGSI).

Menurut penulis buku, Prof. Komaruddin Hidayat bahwa peradaban ini bermula dari imajinasi, dan imajinasi itu sendiri melampaui bahasa.

“Kelebihan dari Nabi Muhammad adalah nabi yang paling terang benderang, sama halnya dengan agama Islam. Agama merupakan bagian dari peradaban, ketika berbicara agama dipengaruhi oleh mindset sedangkan mindset kita dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Kekuatan manusia bukan terletak pada dirinya, tapi pada kerjasamanya,” katanya.

Inisiator Gerakan Indonesia Bahagia, Rani Anggraeni Dewi, MA melihat Komaruddin Hidayat adalah professor zaman now.

“Prof Komaruddin Hidayat dalam ceramahnya seperti bercerita membuat hati tenang. Ketiga bukunya menggunakan pendekatan wilayah studi psikologi, menggunakan bahasa yang populer, ringan, universal, dan dapat mengakomodir selera banyak orang menyentuh seluruh kalangan,” tuturnya.

Menurut Rani banyak orang depresi ingin bunuh diri, karena dianggap sebagai jalan menuju kebebasan. Tetapi Rani merasa terbantu dengan buku Komaruddin Hidayat dengan terminologi kematian itu seperti pulang, mudik, atau menyambut panen untuk naik tingkat.

“Giving and Serving merupakan sumber kebahagiaan dan puncak prestasi kehidupan. Sedangkan dalam buku Psikologi Kematian jalan agama dan spiritualitas adalah jalan menuju kebahagiaan,” katanya.

Pembahas lainnya Dr Reza Wattimena, pendiri Rumah Filsafat melihat dalam buku ini menggambarkan cakrawala ilmu yang sangat luas.

“Metode yang digunakan sangat rasional, kritis, komprehensif, dan emansipatoris. Imajinasi Islam bagi Komaruddin Hidayat sebagai pencerah dan pembebas. Dalam filsafat, kritik adalah tanda cinta,” ujarnya.

Reza menjelaskan Teori tipologi agama melihat dengan kritis, ada agama kehidupan dan agama kematian.

“Agama kematian cenderung dipaksakan untuk dipercaya serta mendorong perilaku kekanak-kanakan yang cenderung egois, sensitif, dan manja. Elemen perusak dengan mengorbankan manusia, bersifat tidak koheren, penuh takhayul, cenderung memaksa, berobsesi dengan kematian, intoleransi, kekerasan dan terorisme,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menyatakan bahwa agama kehidupan adalah agama yang berpijak pada pengetahuan tentang kehidupan dengan dewasa, kebebasan, dan riang-gembira.

“Ajarannya cenderung koheren, berpijak pada pengetahuan, dapat memilih dengan dewasa, memelihara kehidupan, keberagaman budaya, mendorong kebaikan dan keadilan bersama, sederhana, dan rendah hati,” imbuhnya.

Dr Rossalina Wulandari Co-Founder GlobaNastra memaparkan cara mengatasi krisis identitas, ditemukan dengan siapa dan bagaimana cara mengatasinya.

“Ada fenomena meningkatnya konservatisme agama, ada yang mengarah pada gairah beragama dan ada pula yang mengarah pada meningkatnya intoleransi. Jawaban atas pencarian makna yang didapatkan adalah memenuhi kebutuhan, validasi oleh orang lain, dan panduan yang jelas ketika menghadapi ketidakpastian,” tuturnya.

Dalam sikap intoleransi beragama Rossalina mengatakan adanya kecenderungan untuk menolak dan menganggap inferior, keyakinan dan ideologis apapun yang berbeda dari keyakinannya.

“Intoleransi beragama pada dasarnya adalah sikap dan perilaku yang ditampilkan dalam upaya melindungi pandangan hidup individu atau kolektif dengan cara yang diskriminatif dan mendiskreditkan orang lain. Tiga faktor yang memprediksi sehingga menjadi bayangan intoleransi dalam beragama yaitu ketidakpastian, kerugian signifikansi, dan tekanan psikologis atau stress,” ujarnya.

Editor: denkur | Sumber: Rilis

Berita Terkait

Perangkat Ajar Kesehatan Resmi Masuk Kurikulum Merdeka
Wisuda Terakhir STIMA IMMI: Transformasi Menjadi Universitas Mitra Bangsa
Pemerintah Tuntaskan Rekrutmen 1 Juta Guru PPPK Tahun Depan
Profil Pak Raden, Bapak Dongeng Nasional
Hari Ini Hari Dongeng Nasional, Simak Kilasan Sejarahnya
HGN di Kota Sukabumi, Sukmana Ingatkan Para Guru Agar Terus Tingkatkan Kwalitas
Universitas Paramadina Canangkan Literasi Media Berbasis Politik
Jokowi : Saya Bisa Jadi Presiden karena Guru

Berita Terkait

Rabu, 6 Desember 2023 - 09:00 WIB

Hari Ini, KPU Gelar Rapat Bahas Format Debat Capres-Cawapres

Rabu, 6 Desember 2023 - 08:50 WIB

Inilah Visi dan Misi Capres-Cawapres

Rabu, 6 Desember 2023 - 08:15 WIB

Momen Presiden Menari Ja’i Bersama Warga NTT

Selasa, 5 Desember 2023 - 12:05 WIB

Persib Ditahan Imbang PSM Makassar, Marc Klop Berkomentar Begini

Selasa, 5 Desember 2023 - 11:03 WIB

Jabar Siaga Darurat Bencana, Bey Machmudin: Masyarakat Tak Perlu Panik

Selasa, 5 Desember 2023 - 10:50 WIB

Jumlah Usaha Pertanian di Jawa Barat Menurun 8,97 Persen

Selasa, 5 Desember 2023 - 10:05 WIB

Bobotoh dan Wargi Bandung Bawa Pulang Hadiah Puluhan Juta di Superdeal Indonesia

Selasa, 5 Desember 2023 - 09:57 WIB

Perangkat Ajar Kesehatan Resmi Masuk Kurikulum Merdeka

Berita Terbaru

Sumber: Humas KPU

HEADLINE

Inilah Visi dan Misi Capres-Cawapres

Rabu, 6 Des 2023 - 08:50 WIB

Ilustrasi (Foto: tribunnews)

MUSIK

Lirik Lagu: Desember Kelabu

Rabu, 6 Des 2023 - 08:42 WIB