Pemberantasan korupsi di Indonesia ke depan tidak hanya beraspek hukum, tetapi harus pula mengusut penyebab lain yang mengakibatnya terjadinya tindak pidana korupsi. Dalam sistim demokrasi partai politik menjadi openting keberadaanya. Karena itu, dalam pengusutan tindak pidanan korupsi banyak ditemukan adanya relasi antara korupsi dengan politik. Ini paparan anggota DPR RI Agun Gunanjar.
DARA |CIAMIS – Pemberantasan korupsi di Indonesia bukan hanya dari persepetip hukum. Sebab dalam kasus korupsi ditemukan adanya relasi antara tindakan korupsi dan aspek politik. Maka pemberantasan korupsi ke depan harus mengintegrasikan komponen lain yang mendorong terjadinya tindakan korupsi itu. Pemberantasan korupsi selama ini didominasi oleh persepektif hukum dan administrasi.
Demikian anggota DPR RI Agun Gunanjar pada perbincangan seusai acara Konferensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Ciamis Kamis (26/12/2019). Namun demikian lanjut Agun, salah satu sisi penting dari upaya pemberantasan itu adalah ditemukan adanya relasi antara tindakan korupsi dan aspek politik, terutama partai politik sebagai institusi penting dalam sistem politik yang demokratis.
Menurut Agun, perspektif hukum tidak cukup lagi untuk memberantas korupsi. Mengingat lanjut dia, korupsi akan selalu berhubungan dengan modal yang memasuki dan terintegrasi ke dalam institusi penyelenggaraan negara secara massif. Sehingga, pada akhirnya pembahasan tentang korupsi juga harus melihat keterkaitannya dengan aspek politik, demokratisasi, Pemilu dan partai politik.
Indonesia disebutkan Agun menganut sistem demokrasi yang menempatkan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Karena itu rakyatlah yang membentuk pemerintahan, ikut menyelenggarakan pemerintahan, dan menjadi tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan negara.
Agun Gunanjar memaparkan, prinsip pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat itulah disebut dengan sistem demokrasi. Ini selaras kata Agun, dengan bunyi yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945:
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan melalui Undang-Undang Dasar”.
Nah untuk menjalankan mekanisme demokrasi tersebut, disebutkan Agun, maka di dalam konstitusi juga diatur tentang keberadaan pemilu. Pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali merupakan mekanisme sirkulasi elite, baik itu di eksekutif maupun legislatif, sekaligus juga menjadi ukuran apakah negara itu telah demokratis atau tidak. Proses penyelenggaraan pemilu itu juga menghadirkan partai politik sebagai pilar utama demokrasi.
Dalam hal ini Agun menyatakan keberadaan partai politik penting. Sebab demokrasi mensyaratkan wewenang warga untuk memerintah dan menjadi bagian dari hak warga berpartisipasi menentukan kebijakan publik dan pemimpinnya.
Banyak pakar politik menurut Agun, merangkum beberapa fungsi penting partai politik di dalam demokrasi, antara lain artikulasi dan agregasi kepentingan, pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen.
Peran dan kedudukan partai politik sejak tahun 1999, semakin menguat. Partai politik menurut dia, tidak lagi sebagai boneka dan perpanjangan tangan penguasa seperti di masa Orde Baru, tetapi sudah menjadi pemegang peranan sentral hampir di semua proses kehidupan berbangsa. Berdasarkan konstitusi, partai politik menjadi kendaraan satu-satunya dalam pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), serta menjadi pengusung calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Pembentukan dan pengisian lembaga-lembaga negara juga sangat ditentukan oleh apa maunya partai politik melalui fraksi-fraksi di DPR, sebut saja misalnya, seleksi untuk anggota Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sebagainya. Namun, dengan peran yang semakin kuat itu, selama lima kali pemilu yang diselenggarakan di era reformasi sejak tahun 1999, partai politik belum mampu menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
Partai politik malah berkubang dalam berbagai permasalahan, terutama terkait citranya yang lekat dengan tindakan korupsi. Perkembangan demokrasi sampai saat ini malah membuat korupsi makin masif baik di pusat maupun daerah, dan mayoritas pelakunya adalah para elite politik dan kepala daerah.
Bahkan korupsi juga menyertakan pihak swasta. Berbagai jajak pendapat yang dilakukan oleh berbagai lembaga juga mengonfirmasi betapa belum berjalannya fungsi partai politik secara baik, selaku pilar demokrasi.
Bahan : wawancara |kompas.com | editor : M Sayfrin Zaini