Konselor rehabilitasi inisial SBT menyelundupkan obat terlarang ke Lapas Banceuy, Kota Bandung, Jawa Barat dengan dimasukkan ke dalam sepatu. Petugas pun menyita 10 butir dumolid, 4 butir Valdimex, dan 4 butir Riklona.
DARA| BANDUNG- Peristiwa itu terjadi pada Kamis (14/5/2020), saat tiga konselor rehabilitasi hendak masuk ke dalam Lapas Banceuy sekitar pukul 10.28 WIB. Sebelum masuk, Petugas Penjaga Pintu Utama (P2U) Lapas Kelas IIA Banceuy Edi Prayitno dan Heri Purwanto melakukan pemeriksaan badan dan barang kepada 3 konselor tersebut.
Ketika dilakukan pemeriksaan badan, petugas P2U membuka sepatu petugas yang dikenakan ketiga konselor rehabilitasi.
“Hasil pemeriksaan itu, petugas menemukan obat terlarang dibawa oleh salah seorang konselor berinisial SBT. Obat terlarang itu disembunyikan di dalam sepatu,” kata Kalapas Banceuy Tri Saptono Sambudji, Kamis (14/5/2020).
Kepala Pengamanan Lapas Banceuy Eris Ramdan juga mengatakan, petugas langsung melaporkan kejadian penemuan barang terlarang tersebut ke komandan jaga. Atas kejadian itu, pihaknya akan koordinasi dengan Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Bandung.
“Selanjutnya kami laporkan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti. Kalapas langsung berkoordinasi dengan Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Bandung,” ucap dia.
Hasil pemeriksaan sementara, pelaku SBT mengaku membawa obat terlarang itu disuruh oleh seseorang. Dia diiming-imingi uang Rp500.000 untuk mengantarkan obat Dulmolid, Valdimex, dan Riklona itu ke dalam lapas.
Obat terlarang tersebut akan diberikan kepada seorang warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau napi berinisial IL yang divonis tujuh tahun penjara. IL merupakan napi yang baru pindah enam bulan dari Rutan Kebonwaru Bandung.
“Konselor ini (SBT) datang berdasarkan permintaan dari Lapas Banceuy. Sebab, Lapas Banceuy tengah mengadakan program rehabilitasi terhadap napi. Kami lagi ada program rehabilitasi terhadap 100 orang WBP. Nah konselornya mereka,” ujar Eris. Atas temuan tersebut, pelaku SBT dan barang bukti sudah diserahkan kepada kepolisian.
Editor : Maji