SITI Rohilah (48) warga Kampung Kebon Peuntas, Desa Sindangasih, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terpaksa harus menjadi buruh pembuat batako untuk dapat membantu perekonomian keluarganya.
Untuk mendapatkan upah sebesar Rp 50 ribu per hari, perempuan dengan empat orang anak itu harus bekerja dari pukul 05.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB setiap harinya.
Meskipun berat, pekerjaan itu tetap ia jalani untuk dapat membantu menambah penghasilan suaminya yang juga hanya buruh serabutan dengan penghasilan yang tak pasti.
Setiap harinya, Siti harus berjalan kaki sepanjang 2 kilometer untuk sampai di lokasi tempatnya bekerja. Meskipun berat, namun pekerjaannya itu tetap ia jalani dengan ikhlas dan sabar.
Meskipun berperawakan kecil, tetapi Siti sangat cekatan mengambil bahan batako yang merupakan campuran dari pasir dan semen untuk dimasukan dalam cetakan khusus.
Setelah dimasukan cetakan, ibu Siti segera menaiki gagang besi dari alat cetak untuk menekan bahan batako agar padat.
Usianya yang sudah tak muda lagi, membuat dia harus menggunakan alat bantu berupa tali yang digantung di langit-langit tempat pembuatan batako agar bisa naik ke alat khusus tersebut. Selesai dicetak, batako nyang sudah dipadatkan itu kemudian disusun satu-persatu.
Dalam sehari, Siti yang sudah enam tahun melakoni pekerjaan itu bisa membuat ratusan buah batako. Dari setiap batako yang dibuat, dia mendapatkan upah Rp 190.
“Sebelum menjadi buruh cetak batako, saya juga pernah menjadi kernet sekaligus kuli panggul di toko material. Sehari, dari pengasilan buruh cetak batako bisa dapat Rp 50 ribu, kadang juga kurang dari itu,” jelas Siti saat ditemui di sela-sela kegiatannya mencetak batako, Selasa (21/4/2020).
Meskipun pekerjaannya cukup berat, namun Siti tak pernah mengeluh. Tidak adanya lapangan pekerjaan lain, membuatnya memilih untuk bertahan menjadi buruh pembuat batako.***
Editor: Muhammad Zein