DARA | Rodho Andiran Tampubolon (21), penyandang disabilitas menyambut hangat kedatangan salah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Ridho yang tengah asyik menulis, langsung berdiri ketika Cucun, mentormya itu masuk ruangan Bidang. Ia menyambut sang mentor sambil tertawa ceria.
Selama beberapa hari ini, Ridho ikut magang di Disnakertrans KBB. Pria berkacamata ini, cukup gesit ketika dimintai bantuan ASN, sekedar menyediakan secangkir kopi atau teh.
“Happy sekali kerja di sini. Banyak temen. Baik-baik,” ujarnya, saat ditemui di Disnakertrans KBB, Jum’at (18/7/2025).
Ridho mengatakan, selama magang dia mendapst tugas ikut bersih-bersih di ruangan Bidang Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan Tenaga Kerja. Sesekali dia mengerjakan tugas dari mentormya di dinas tersebut.
Ia mengaku, pukul 07.30 WIB sudah ada di lokasi magang dan pulang pada sore harinya. “Diantar ayah ke sini. Pulang dijemput,” ucap Ridho yang mengaku lulusan SMA di SLB Ngamprah Raya.
Rekannya sesama magang, Ujang Sulaeman (23) tidak selincah Ridho. Akan tetapi Ujang atau kerap dipanggil Jajang, komunikasinya lebih lancar dengan menggunakan Bahasa Sunda.
“Resep kerja di dieu mah, balageur (ASN Disnakertrans). Beberes, nyamuk, nyuci piring. (Suka kerja di sini, baik-baik. Beres-beres, menyapu, mencuri piring,” ucapnya dengan logat Sunda yang kental.
Jajang mengaku selama magang di situ, ia tidak lagi mengalami kejang-kejang. Padahal biasanya ia sering kejang-kejang. “Happy,” celetuknya menirukan kalimat Ridho.
Seperti Ridho, Jajangpun ketika magang diantar jemput oleh keluarganya. “(Diantar), ku teteh (kakak perempuan),” ucapnya.
Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (P3TKT) pada Disnakertrans KBB, Dewi Andani mengatakan, jika Disnakertrans KBB memberikan kesempatan pada dua orang penyandang disabilitas tersebut untuk magang.
Pihaknya bekerja sama dengan Yayasan Ibu Foundation untuk memberikan kesempatan magang bagi kaum disabilitas.
“Ini program kerja sama dengan Yayasan Ibu Founfation yang bergerak di bidang (pemberdayaan) anak-anak disabilitas,” jelas Dewi.
Yayasan ini, menitipkan anak-anak tersebut dengan memberikan uang transportasi sebesar Rp50 ribu/ hari dengan lamanya magang selama 30 hari.
Anak-anak asuhannya juga dibekali silabus/ pedoman dalam menjalankan tugas kesehariannya untuk dibimbing mentormya.
“Selain dimintai untuk ikut bekerja seperti beres-beres di kantor, mereka juga dimintai melakukan aktivitas lainnya, ” bebernya.
Berdasarkan informasi dari Yayasan Founfation kata Dewi, pemagangan orang muda disabilitas tersebut untuk memberikan pelatihan kepada peserta agar mengetahui dunia kerja, menerapkan sikap disiplin dan mampu berintreraksi dengan orang baru.
Selain itu juga, memberikan pelajaran kepada perusahaan bagaimana mengakomodasi penyandang disabilitas di tempat kerja sebagai perwujudan tempat kerja yang inklusi.
Lebih lanjut Dewi memaparkan, menerima kaum disabilitas dalam dunia kerja sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta perubahannya dalam Perppu Cipta Kerja.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengatur hak-hak pekerja, termasuk penyandang disabilitas, meskipun tidak secara khusus menyebutkan penyandang disabilitas dalam setiap pasal.
Hal itupun sambungnya, sudah diinformasikan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah Bandung Barat, bahwa perusahaan dan intansi pemerintah mempekerjakan kaum disabilitas minimal 2 persen dari kebutuhan tenaga kerjanya.
Untuk perusahaan swasta di wilayah Bandung Barat kata Dewi hingga saat ini mencapai 860 perusahaan. Penyandang disabilitas di wilayah Bandung Barat Mencapai 5.000 orang dengan usia produktif sekitar 1.300-an.
“Andaikan semua perusahaan dan intansi pemerintah mau menerima mereka (kaum disabilitas) untuk menjadi tenaga kerjanya, saya kira mereka yang berusia produktif itu sudah terakomodir,” pungkasnya.***
Editor: denkur