MUSIKALISASI EBIET G. ADE Dari Malioboro ke ‘Dapur’ Rekaman

Rabu, 31 Juli 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR

“Izinkanlah. Kukecup keningmu. Bukan hanya ada di dalam angan. Esok pagi. Kau buka jendela. Kan Kau dapati. Seikat Kembang Merah. Engkau tahu. Aku mulai bosan. Bercumbu dengan bayang-bayang. Bantulah aku. Temukan diri. Menyambut pagi, membuang sepi”.
“Izinkanlah, aku kenang. Sejenak perjalanan. Dan biarkan, ku mengerti. Apa yang tersimpan di matamu”.
“Barangkali di tengah Telaga. Ada tersisa butiran cinta. Dan semoga. Kerinduan ini. Bukan jadi Mimpi. Di atas Mimpi” (penggalan ‘musikalisasi’: “Elegi Esok Pagi”–Ebiet G. Ade/1980).
Bermula dari kursus bahasa Inggris Ebiet G. Ade di Yogyakarta. “Spelling” (pengejaan) guru asing, tak bisa menyebut ‘Abid’. Nama Abid Ghoffar tidak akan dibaca ‘Abid’ Ghoffar. “Spelling” A akan dibaca ‘E’. Setiap kali absen masuk kelas, ‘sang’ pengajar, akan memanggil ‘Ebiet’.
Sementara Aboe Dja’far, adalah nama ‘sang’ Ayah yang sering ditulis di kaos belakangnya, dengan singkatan Abid Ghoffar Aboe Dja’far. Nama Ayah yang cukup panjang, kemudian di singkat oleh teman-temannya menjadi Ebiet Ghoffar AD. Akhirnya menjadi ‘Ebiet G. Ade’.
Perjalanan putra Kelahiran Banjarnegara (Jawa Tengah) 1954 (70 tahun) ini, penuh liku. Bermula ingin menjadi insinyur/dokter dan pelukis, tidak ada yang tertepati. Semua cita-cita Ebiet G. Ade melenceng 360 derajat. Suami dari Kuspudji Rahayu Sugianto/Yayuk Sugianto (kakak penyanyi Iis Sugianto) ini, malah jadi ‘penyair’.
Karier Ebiet mengalami “deviasi”. Namun, itulah yang membuat putra bungsu Umi “Saodah” ini menjadi terkenal, dan melegenda.
Mulai merantau ke Yogyakarta, dari Banjarnegara, sejak SMP. Lalu SMA juga di Yogyakarta, dan sayangnya Ebiet gagal kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebab klasik di masa lalu. Ketiadaan biaya.
“Tak meraih untung”. Ebiet tidak “mati akal”. Mencoba bakat lain, masuk vokal group, Ebiet mulai akrab dengan kalangan seniman muda Yogya (1971). Bahasa anak sekarang, Ebiet mulai mencari jati diri sendiri, setelah gagal kuliah di UGM.
Lingkungan (keluyuran) inilah yang kemudian membentuk persiapan Ebiet, untuk menjadi populer di kemudian hari.
Adalah seniman Emha Ainun Nadjib (penyair), E.H. Kartanegara (Penulis), dan Eko Tunas (Cerpenis), ‘mendidik’ Ebiet hingga tuntas. Mereka bertigalah yang membentuk karakter keilmuan Ebiet di bidang seni. Bersahabat dengan ketiganya, menjadikan sepanjang jalan Malioboro (Yogyakarta), mewujud jadi “rumah” sehari-hari bagi Ebiet.
Penulis dan pencipta lagu ini, digembleng kemampuan kepenyairannya secara “jalanan”. Lebih “Euphemisme” disebut, Ebiet terbentuk alami di sini. Malioboro saat itu begitu natural, hampir semua seniman yang terkenal setelahnya, pernah “bersekolah” di sepanjang jalan “Malioboro”.
Ibarat pepatah, Ayah empat anak ini, berletih-letih dahulu dalam menimba ilmu. Orang bijak mengatakan, “belajar berburu, pergilah ke sekolah Elang”. Jangan pergi ke “Sekolah Angsa”. Gambaran, mencari ilmu carilah ‘mentor’ yang tepat.
Percayakah? Bermula, Ebiet tak bisa membuat puisi. Diminta mendeklamasikan Puisi, Ebiet juga kesulitan ketika itu. Namun, Ebiet tak hilang akal. Di “serumpun” seniman Yogya itu, Ebiet mencari cara agar tetap bisa membaca Puisi, dengan cara yang lain. Tak perlu berdeklamasi.
“Musikalisasi Puisi”, disitulah Ebiet mulai “hidup”. Sejumlah Puisi Emha Ainun Nadjib acap dilantunkan Ebiet, bersama dengan gitarnya. Ironinya, tak satu pun Puisi Emha yang dinyanyikan oleh Ebiet dan masuk dapur rekaman.
Hampir semua ‘balada’ yang Ebiet bawakan: Camelia (1,2,3, dst), Elegi Esok Pagi, Orang Orang Terkucil, Berita Kepada Kawan, dll, adalah karya puisi Ebiet sendiri. Sejumlah Penghargaan, tak terhitung, telah diperoleh suami Yayuk Sugianto ini.
Dalam mempopulerkan puisi-puisi Ebiet G. Ade, mendiang Billy J. Budiardjo punya peran penting. Menariknya puisi-puisi ini, aransmennya diramu dengan ‘elitis’ dan enak didengar (seperti dalam lagu: “Elegi Esok Pagi”).
Masa keberuntungan Ebiet akhirnya datang. Tahun 1979, Ebiet masuk dapur rekaman lewat label Jackson Record. Musisi lain yang ikut menopang lagu-lagu Ebiet di samping Billy J. Budiardjo, adalah: Addie MS, Dodo Zakaria, Erwin Gutawa.

Berita Terkait

Buku “Jejak Si Penggembala Kerbau – Menggapai Kemilau”, Biografi Wartawan yang Jadi Pengusaha
Ekspresi Seni Ratusan Pelajar di Ruang Publik “Warna untuk Bumi” Ingkatkan Kita pada Krisis Iklim
Excel World Championship Indonesia (MEWCMicrosoftI) 2025 Dibuka: Buktikan dan Menangkan Tiket ke Las Vegas!
Peringati 70 Tahun KAA, Pos Indonesia Hadirkan Pameran Filateli di Bandung
Permainan Tradisional Ramaikan Acara Abdi Nagri Nganjang ka Warga
Bakrie Amanah Salurkan Rp 10,2 Miliar dalam Program Ramadan Untuk Negeri 1446 H
Kasad: Jadikan Peringatan Nuzulul Quran sebagai Momentum Evaluasi Diri
Forum Gerakan Perempuan, GKR Hemas: Perempuan Harus Ambil Peran dalam Politik
Berita ini 68 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 23 Juni 2025 - 11:28 WIB

Buku “Jejak Si Penggembala Kerbau – Menggapai Kemilau”, Biografi Wartawan yang Jadi Pengusaha

Senin, 2 Juni 2025 - 14:16 WIB

Ekspresi Seni Ratusan Pelajar di Ruang Publik “Warna untuk Bumi” Ingkatkan Kita pada Krisis Iklim

Kamis, 22 Mei 2025 - 14:12 WIB

Excel World Championship Indonesia (MEWCMicrosoftI) 2025 Dibuka: Buktikan dan Menangkan Tiket ke Las Vegas!

Senin, 5 Mei 2025 - 18:37 WIB

Peringati 70 Tahun KAA, Pos Indonesia Hadirkan Pameran Filateli di Bandung

Minggu, 13 April 2025 - 22:41 WIB

Permainan Tradisional Ramaikan Acara Abdi Nagri Nganjang ka Warga

Berita Terbaru

JABAR

Satu Keluarga Tewas Tertimbun Longsor di Cisewu Garut

Kamis, 26 Jun 2025 - 17:29 WIB

Foto: Istimewa

BANDUNG UPDATE

Pemdaprov Jabar dan TNI AD Teken Komitmen Bersama, Ini Isinya

Kamis, 26 Jun 2025 - 17:18 WIB

Foto: Istimewa

BANDUNG UPDATE

PWI Jabar Dukung Kongres Persatuan

Rabu, 25 Jun 2025 - 19:42 WIB