DARA | CIANJUR – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat masih mewaspadai potensi terjadinya erupsi Gunung Gede. Meski siklus erupsi gunung itu sudah melewati masanya.
“Terakhir, Gunung Gede mengalami erupsi pada 1957. Kalau menghitung siklus 50 tahunan, sebetulnya sudah lewat,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cianjur, Dodi Permadi, kepada wartawan, Rabu (13/3/2019).
Berbagai upaya antisipasi, lanjut Dodi, seperti menggelar pelatihan simulasi evakuasi bencana erupsi Gunung Gede. Simulasi dilakukan agar penanganan saat terjadi erupsi Gunung Gede bisa lebih terkoordinasi dengan baik antarelemen.
“Gunung Gede termasuk satu di antara (gunung) yang aktif di Jawa Barat. Mudah-mudahan siklusnya bergeser lebih jauh,” ujarnya.
Indeks risiko bencana di Kabupaten Cianjur berada di peringkat pertama. Terdapat sembilan jenis bencana yang potensi kerawanannya relatif tinggi di wilayah tersebut.
“Cianjur memiliki sembilan potensi bencana yakni banjir bandang, gempa bumi, tanah longsor, pergerakan tanah, puting beliung, cuaca ekstrem, kekeringan, tsunami, dan gunung berapi,” ucapnya.
Pihaknya terus berupaya mengurangi risiko bencana terhadap masyarakat. Satu di antaranya gencar menyosialisasikan sejak dini pendeteksian potensi risiko bencana di suatu daerah sehingga bisa menurunkan indeks kerawanannya.
“Jika sudah tahu potensi risikonya, maka bisa menurunkan indeks bagaimana kita menanggulangi bencana. Artinya kita bisa menurunkan indeks risiko bencana di suatu daerah,” tutur Dodi.
Berbagai upaya, sebetulnya bisa ditangkal mengantisipasi kerawanan bencana. Kabupaten Cianjur yang merupakan daerah dengan risiko tinggi bencana, kata Dodi, perlu ada penanganan ekstra.
Penanganan itu tak hanya pascabencana saja. Tapi juga prabencana.
Ia menagkui, bencana itu tak bisa ditebak dan diprediksi. Tapi antisipasi dini bisa dilakukan, misalnya dengan tidak merusakan alam.
“Kita harus bisa menjaga lingkungan, misalnya tidak melakukan alih fungsi lahan yang mengakibatkan kerusakan alam sehingga memicu terjadi bencana,” ujarnya.
Bukan perkara mudah mengimplementasikannya. Tapi, menurut dia, dengan koordinasi antarorganisasi perangkat daerah teknis, seperti perizinan, setidaknya bisa menjadi penangkal dini menekan risiko terjadinya bencana.
Ia mengingtakan, indeks risiko bencana di Kabupaten Cianjur ada pada peringkat pertama di Jawa Barat, bahkan nasional. Sekarang bagaimana kita menyikapinya agar bisa hidup berdampingan dengan bencana,” uajrnya pula.
Artinya, ia menambahkan, semua pihak harus tahu yang akan dilakukan ketika terjadi bencana. Jika sudah mandiri dalam pemahaman menyikapi bencana, maka risikonya bisa perkecil.
“Itu butuh kesadaran masyarakat juga. Tapi tetap, kita harus selalu waspada dan berprinsip siap untuk selamat,” katanya.***
Wartawan: Purwanda
Editor: Ayi Kusmawan